Kamis 27 Aug 2020 16:14 WIB

Indef: Pemberian Bantuan Tunai Lebih Efektif untuk Rakyat

Skema bantuan tunai sedang diadopsi berbagai negara di dunia.

Red: Nidia Zuraya
Seorang lansia menerima bantuan langsung tunai (BLT).
Foto: Antara/Eric Ireng
Seorang lansia menerima bantuan langsung tunai (BLT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Media Askar mengatakan pemberian bantuan uang tunai dapat lebih efektif untuk membantu masyarakat dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.

"Masyarakat saat ini lebih membutuhkan cash," kata Media dalam webinar Indef di Jakarta, Kamis (27/8).

Baca Juga

Ia mengatakan skema perlindungan sosial seperti ini sedang diadopsi berbagai negara di dunia karena memiliki dampak yang lebih nyata kepada masyarakat untuk menyelesaikan persoalan likuiditas. "Masyarakat memiliki kemampuan untuk menggunakan uang tersebut karena dapat memberikan solusi dan membantu di tengah penurunan pendapatan akibat Covid-19," katanya.

Selain itu, menurut dia, program ini lebih masuk akal untuk dilakukan karena penyerapan dana pemerintah dapat lebih cepat tercapai dan efeknya berdampak panjang kepada konsumsi. Meski demikian, penentuan kriteria penerima dan mekanisme penyaluran membutuhkan penanganan tersendiri agar tidak menambah persoalan baru yang menimbulkan beban kepada masyarakat yang membutuhkan.

"Cash transfer harus adil, praktis, memberikan dampak kepada masyarakat, harus diterima secara politik dan disertai dengan pendampingan atas literasi keuangan," katanya.

Ia menambahkan pemerintah juga perlu melakukan realokasi dari berbagai program lainnya yang kurang efektif, seperti kartu prakerja, yang bermasalah dari sisi birokrasi dan ketepatan skema. "Pelatihan prakerja berbasis online sebaiknya dihentikan karena masyarakat butuh cash. Pemerintah perlu menghilangkan program dengan mekanisme panjang, kontraproduktif dan inefisiensi," katanya.

Sebelumnya, pemerintah mencatat realisasi pembiayaan untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga 19 Agustus 2020 mencapai Rp 174,9 triliun atau 25,1 persen dari pagu sebesar Rp 695,2 triliun. Penyebab penyerapan belanja yang lambat ini adalah proses pencairan anggaran yang membutuhkan waktu dalam segi penyiapan dokumen serta adanya program usulan baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement