Rabu 14 Sep 2022 18:40 WIB

Epidemiolog: Subvarian Omicron BA.2.75.2 Berpotensi Perpanjang Pandemi Indonesia

Subvarian omicron BA.2.75.2 bisa menghindar dari imunitas vaksin.

Red: Nora Azizah
Epidemiolog dari Universitas Griffith,Australia Dicky Budiman mengatakan subvarian Omicron BA2.75.2 berpotensi memperpanjang durasi gelombang 4 pandemi COVID-19.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Epidemiolog dari Universitas Griffith,Australia Dicky Budiman mengatakan subvarian Omicron BA2.75.2 berpotensi memperpanjang durasi gelombang 4 pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith,Australia Dicky Budiman mengatakan subvarian Omicron BA2.75.2 berpotensi memperpanjang durasi gelombang 4 pandemi COVID-19. Pasalnya, virus ini kemampuan menghindar dari imunitas vaksin.

"Saat ini yang menjadi perhatian dunia seperti Subvarian Omicron BA2.75.2 dengan pertumbuhan, kasusnya di India itu lebih cepat, juga terkesan menurunkan efikasi dari imunitas saat divaksin," kata Dicky Budiman, di Jakarta, Rabu (14/9/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan, subvarian terbaru itu muncul di tengah dominasi kasus BA.4 dan BA.5 yang sudah menginfeksi masyarakat, termasuk yang sudah divaksinasi, bahkan booster atau dosis penguat.

"Di India dan negara maju sama seperti di Indonesia, itu artinya orang yang mengalami keluhan meningkat. Kapasitas testing mereka tidak semasif seperti China, tapi yang memiliki keluhan itu juga relatif lebih banyak sehingga harus diwaspadai," katanya.

Ia mengatakan, masyarakat juga perlu mewaspadai Subvarian BA2.75, yang kini berkembang menjadi BA2.75.2 sebab kombinasi keduanya bisa berpotensi memperpanjang durasi dari gelombang 4 di Indonesia. Kewaspadaan perlu dilakukan seluruh pihak pada kejadian orang tanpa gejala (OTG) atau asimptomatis yang saat ini terdeteksi mencapai 80 persen dari total pasien yang terinfeksi di Indonesia.

"Masalahnya saat ini, setidaknya 60 persen dari kasus transmisi atau penularan itu terjadi dari kasus yang tidak bergejala. Ini yang harus diwaspadai," katanya.

Ia menambahkan, proteksi terbaik dengan vaksinasi booster karena orang yang sudah terinfeksi bahkan kurang lebih sebulan terakhir, masih bisa terinfeksi lagi.

"Jadi tidak ada kekebalan pascainfeksi yang menetap dan kuat. Ini yang harus dipahami," kata Dicky.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement