Evolusi Tiki-Taka di Piala Dunia 2014
REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Empat tahun lalu di Afrika Selatan, Spanyol berhasil mendominasi dunia sepak bola lewat raihan titel Piala Dunia. Kesuksesan La Furia Roja ini merupakan lanjutan dari keberhasilan menjuarai Piala Eropa 2008.
Belum lagi saat Matador kembali menguasai Eropa pada musim 2008. Keunggulan Spanyol diantara tim-tim lain di dunia adalah La Furia Roja memperagakan terobosan terbaru dalam penerapan taktik di lapangan hijau.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, nama Spanyol seolah bersinonim dengan tiki-taka. Taktik permainan yang mengandalkan penguasaan bola melalui operan pendek cepat dan kemudian mengejutkan lawan dengan umpan terobosan mematikan di dalam kotak penalti menjadi ciri khas La Furia Roja.
Dimotori Xavi Hernandez dan Andres Iniesta di lini tengah, permainan tiki-taka Spanyol begitu hidup dan membuat lawan frustasi di dua turnamen tersebut. Di edisi terbaru Piala Dunia, Brasil 2014, Spanyol bakal kembali mengandalkan tiki-taka demi bisa mempertahankan trofi Piala Dunia.
Hanya saja mulai ada kekhawatiran soal kemampuan adaptasi tim-tim lain terhadap gaya permainan Spanyol tersebut. Menghadapi La Furia Roja, tim-tim lain akan berusaha menjaga ritme permainan dan mengandalkan serangan balik cepat.
Tidak hanya itu, kekhawatiran juga dihembuskan justru dari dalam sitem tiki-taka tersebut. Terus memainkan operan-operan pendek, skuat Spanyol justru terkadang ''lupa'' untuk memberikan ancaman langsung ke arah gawang lawan.
Kekhawatiran ini sudah disadari oleh pelatih Spanyol, Vicente de Bosque. Tidak melulu soal memainkan operan pendek, Del Bosque bahkan siap memberikan variasi baru terhadap gaya permainan bola tiki-taka Spanyol.
''Operan terakhir juga sama pentingnya dengan penguasaan bola lewat operan-operan pendek. Sepak bola tidak hanya umpan-umpan pendek. Operan bola-bola panjang juga memegang peranan penting, begitu juga kedalaman skuat,'' kata Del Bosque dalam sebuah wawancara eksklusif dengan media asal Jerman, Sport Bild, awal Maret silam.
Pelatih berusia 63 tahun itu memang layak khawatir. Maklum, usai mempertahankan titel Piala Eropa, Spanyol justru kehilangan magisnya saat melakoni babak kualifikasi Piala Dunia, terutama jika menilik torehan gol.