DPR Kritik RPP Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik rancangan peraturan pemerintah (RPP) jaminan pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Pensiun (BPJS) Ketenagakerjaan yang tidak kunjung diterbitkan dan besaran iuran jaminan pensiun yang belum jelas hingga saat ini.
Anggota Komisi IX DPR Indonesia Ketut Sustiawan mengatakan, pelaksanaan program jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan tinggal satu tahap lagi. Kajian mengenai hal ini juga diakuinya tidak sedikit, bahkan teori-teorinya juga sudah cukup banyak.
“Jadi, sekarang tinggal memutuskan (RPP Jaminan Pensiun). Tetapi mungkin ini memang tidak diputuskan,” katanya saat rapat kerja dengan Kementerian Ketenagakerjaan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/5) sore.
Padahal, kata dia, gambaran dan kajian bagaimana jaminan pensiun memberikan manfaat kepada pekerja di masa pensiun nanti sudah jelas. Bahkan berbagai ilustrasi sudah disampaikan, termasuk besaran iuran. Ia menyebutkan, angka iuran jaminan pensiun yang selalu muncul dan disosialisasikan adalah 8 persen per bulan yang dibagi 5 persen ditanggung perusahaan pemberi kerja dan 3 persen dibayar karyawan. Besaran iuran 8 persen ini bahkan sudah disosialisikan sejak beberapa bulan lalu.
“Jadi, saya kira kalau arah angkanya seperti itu ya diputuskan saja,” ujarnya. Ia menambahkan, dengan iuran 8 persen maka mestinya manfaat yang bisa diberikan untuk peserta BPJS Ketenagakerjaan ketika pensiun adalah sebesar 40 persen dari gaji. Jadi, kata dia, manfaat yang diperoleh peserta jaminan pensiun dengan besaran angka ini sudah dapat diketahui.