DPR: Kejahatan Prostitusi Online Banyak Cabangnya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq mengatakan, banyak kejahatan yang bisa diungkapkan jika aparat serius menangani kasus prostitusi. Terutama prostitusi yang dilakukan secara 'online'.
Sayangnya, belum terlihat jajaran aparat keamanan untuk serius mengembangkan kasus ini. Sebenarnya, kata dia, kalau penegakan hukum itu sungguh-sungguh dilakukan dan ingin menimbulkan efek jera, banyak cara yang bisa ditempuh untuk menjerat para pelaku ke ranah hukum.
"Bisnis prostitusi itu tidak hanya bisnis prostitusi, tapi banyak sektor kejahatan lain tersangkut di dalamnya," ujar Mahfudz di Jakarta, Kamis (18/6).
Ia pun menggambarkan bisnis prostitusi online yang juga menggunakan sistem pembayaran online perbankan. "Saya rasa sudah ada aturan mengenai transaksi keuangan melalui perbankan. Rasanya tidak sulit untuk menelusuri aliran dana dalam bisnis ini untuk menemukan siapa saja yang terlibat," ujarnya.
Para pelaku bisnis ini baik mucikari, wanita-wanita yang terlibat, maupun para hidung belang yang terlibat di dalamnya, menurut Mahfudz, juga akan mudah ditelusuri transaksinya. "Seorang mucikari dan wanita yang terlibat kan menerima uang dari saluran yang tidak jelas," katanya.
Mereka minimal bisa dikenakan pasal penggelapan pajak selain juga pasal perdagangan manusia. Kalau mereka membayar pajak, maka sudah pasti ada pencucian uang karena pasti bisnis yang tertera bukan sebagai mucikari.
Biasanya, kata dia, orang-orang yang terlibat dalam bisnis ini sering tidak membayarkan pajaknya. Terlepas dari halal atau ilegal-tidaknya bisnis ini, tapi ada potensi pengemplangan pajak yang luar biasa besarnya.
"Kan bisa ditelusuri, misalnya, kalau wanita-wanita yang tidak jelas pekerjaannya tapi memiliki mobil, rumah maupun harta benda lainnya yang luar biasa. Dari mana didapatkan uangnya kan bisa dilihat dari NPWP dan laporan SPT pajaknya," katanya.
Sementara untuk para pelanggan yang membayarkan jasa prostitusi ini, kata Mahfudz, juga bisa diselidiki sumber uangnya dari mana. "Misalnya ada pejabat negara yang menjadi pelanggan ini kan bisa ditelurusi dari mana sumber uangnya, apakah boleh dari hasil korupsi atau tindak pidana lainnya," tegasnya.
Karena itu, menurut Mahfudz, keseriusan menangani kasus prostitusi online memiliki multiplyer effect. Dia pun mencontohkan kasus-kasus korupsi yang mungkin pada awalnya dinilai kecil, tapi kemudian ada tindak pidana pencucian uang yang nilainya jauh lebih besar yang bisa dibongkar dan diusut.
"Ini juga sangat ironis, terlepas dari urusan prostitusinya, orang yang berpenghasilan puluhan sampai ratusan juta rupiah sehari, bisa tidak membayar pajak dan hidup bermewah-mewah, sementara pemerintah terus menggenjot pajak dari usaha-usaha legal yang dijalankan warga masyarakat," katanya.
Buruh pabrik saja yang memiliki penghasilan UMR membayar pajak, masak mereka tidak. "Lagi pula pendapatan pajak tahun ini jauh di bawah target," katanya.
Sebelumnya, Rabu (17/6), jajaran Polda Metro Jaya membekuk enam mucikari yang biasa menjajakan ratusan wanita cantik secara online. Para pelaku biasa menggunakan jasa pelayanan seks para wanita muda melalui berbagai saluran aplikasi media sosial mulai dari facebook, twitter, BBM (blackbery messenger), WeChat dan WhatsApp. Mereka juga memiliki situs sendiri.