Warning Mantan IDF: Kalau Israel Perang Lagi di Gaza, akan Rugi Besar

Israel harus menjalankan perjanjian gencatan senjata.

Tangkapan layar
Pembebasan sandera prajurit Israel oleh Hamas di Jabalia
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA — Mantan jenderal militer Israel (IDF), Mayor Jenderal Armos Gilad, memberikan warning kepada pemerintah Israel. Hal tersebut dia sampaikan melalui Media Massa Yedioth Ahronoth dalam bentuk tulisan artikel.

Baca Juga


Menurutnya, untuk mencapai solusi sama-sama menang, maka tidak ada cara lain, kecuali bernegosiasi dengan Hamas. Tujuan utamanya adalah membebaskan semua tahanan yang kini diamankan kelompok perlawanan.

Dalam sebuah artikel yang ditulisnya di surat kabar Yedioth Ahronoth, Gilad, yang merupakan mantan kepala departemen politik-keamanan di Kementerian Pertahanan, memperingatkan bahwa dimulainya kembali perang di Jalur Gaza “akan membahayakan nyawa para tahanan.”

Konsekuensi hal tersebut sangat mahal. Bukan hanya soal nyawa para tahanan, tapi juga reputasi pemerintah Israel yang gagal melindungi warganya sendiri di mata dunia. Hal ini juga akan mengakibatkan banyak konglomerat Yahudi di berbagai belahan dunia tak lagi bersimpati terhadap Pemerintah Israel .

Ditambah lagi kegaduhan politik dalam negeri Israel akan semakin parah. Akan terjadi upaya konsolidasi untuk menyerang pemerintah.

Komitmen Hamas 

Hamas kembali menegaskan komitmennya terhadap perjanjian gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan dengan Israel pada Selasa (11/2), sambil menuduh Tel Aviv gagal memenuhi kewajibannya dan bertanggung jawab atas setiap kendala atau keterlambatan yang terjadi.

Dalam pernyataan yang dipublikasikan di Telegram, Hamas juga menolak pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengusulkan pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza dengan dalih rekonstruksi.

 

Hamas menyebut pernyataan tersebut sebagai tindakan "rasis" dan "undangan untuk pembersihan etnis" yang bertujuan menghapus perjuangan Palestina.

Sejak 25 Januari, Trump berulang kali mengusulkan agar warga Palestina di Gaza direlokasi ke negara-negara Arab di kawasan, seperti Mesir dan Yordania. Namun, gagasan ini telah ditolak baik oleh negara-negara Arab maupun para pemimpin Palestina.

Hamas menegaskan bahwa "rencana untuk mengusir rakyat kami dari Gaza tidak akan berhasil dan akan menghadapi perlawanan dari Palestina, dunia Arab, serta negara-negara Islam yang menolak segala bentuk pemindahan paksa. Semua skema pemindahan paksa akan gagal."

Kelompok itu juga menegaskan kembali bahwa pihaknya tetap berpegang pada kesepakatan gencatan senjata selama Israel melakukan hal yang sama. Hamas menekankan bahwa perjanjian tersebut telah dinegosiasikan serta dijamin oleh Mesir, Qatar, dan AS dengan pengawasan internasional.

"Penjajah (Israel) adalah pihak yang telah gagal memenuhi kewajibannya, dan mereka bertanggung jawab penuh atas segala keterlambatan atau kendala yang terjadi," demikian pernyataan Hamas.

Pada Senin, Trump memperingatkan bahwa "kekacauan besar" akan terjadi jika semua tawanan Israel di Gaza tidak dibebaskan sebelum Sabtu pukul 12:00 siang (17:00 WIB).

 

Sementara itu, pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan peringatan kepada Hamas setelah menggelar rapat Kabinet Keamanan selama empat jam pada Selasa.

Ia mengumumkan bahwa dia telah memerintahkan militer untuk mengerahkan pasukan di dalam dan sekitar Gaza.

"Penempatan itu sedang berlangsung dan akan diselesaikan secepat mungkin," kata Netanyahu dalam pernyataan yang disiarkan televisi.

Ia menegaskan bahwa jika Hamas tidak membebaskan para tawanan sebelum Sabtu siang, "gencatan senjata akan berakhir, dan militer Israel akan kembali melanjutkan serangan dengan kekuatan penuh."

Meski Netanyahu tidak menyebutkan jumlah tawanan yang ia harapkan untuk dibebaskan, Radio Militer Israel mengutip pejabat yang tidak disebutkan namanya pada Selasa dan melaporkan bahwa jika Hamas membebaskan tiga tawanan pada Sabtu, maka tahap pertama kesepakatan akan berlanjut.

Pada Senin, Abu Ubaida, juru bicara sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, mengumumkan bahwa pembebasan tawanan Israel yang dijadwalkan pada Sabtu ditunda tanpa batas waktu akibat pelanggaran gencatan senjata oleh Israel.

 


Kesepakatan gencatan senjata tiga tahap telah berlangsung di Gaza sejak 19 Januari, menghentikan perang Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.200 orang dan menghancurkan wilayah tersebut.

Dalam tahap pertama gencatan senjata yang berlangsung hingga awal Maret, sebanyak 33 tawanan Israel akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina. Pertukaran tahanan Israel-Hamas yang keenam dijadwalkan berlangsung pekan ini.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perangnya di wilayah tersebut.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler