Undang-Undang Pertembakauan Tekankan Pengendalian Impor
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta agar Undang-Undang Pertembakauan harus mampu menekan impor tembakau. Menurut Fahri, Undang-undang ini menekankan tembakau sebaiknya tidak diimpor. Hal ini karena data BPS saat ini menunjukkan bahwa impor tembakau mencapai angka 80 persen dari total tembakau yang beredar.
“Di hulu, DPR ingin menekan impor tersebut, agar petani bisa lebih sejahtera. Sementara di hilir, kita ingin konsumsi rokok dalam negeri dikurangi, sebab bisa merusak kesehatan masyarakat," kata Fahri seusai mendampingi Ketua DPR Ade Komarudin menerima audiensi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dan Yayasan Jantung Indonesia, Senin (18/7).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Pimpinan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Emil Salim dan sejumlah delegasi dari Yayasan Jantung Indonesia. Dalam audiensi tersebut, disampaikan ada kekhawatiran bahwa RUU Pertembakauan akan membawa kepentingan industri rokok dan merugikan petani tembakau.
“Komnas tadi menyampaikan hasil risetnya bahwa RUU ini berpeluang akan meningkatkan industri semata, membuat pasar rokok di dalam negeri semakin masif dan dikhawatirkan akan merusak generasi muda," ujar Fahri.
Menjawab kekhawatiran tersebut, Fahri mengatakan, dia mengusulkan agar Undang-Undang ini harus meningkatkan kesejahteraan petani. UU ini harus mengembangkan rokok tradisional Indonesia yaitu rokok kretek. Bukan malah mengembangkan rokok industri yang dibuat dengan mesin-mesin sehingga harganya murah, lalu gampang dibeli.
"UU ini harus mempersulit penjualan dan distribusi rokok di dalam negeri," katanya.
RUU Pertembakauan saat ini santer menuai pro dan kontra. Kalangan LSM dan kubu anti tembakau mengkritik RUU tersebut yang dianggap menguntungkan industri tembakau dan merugikan kesehatan masyarakat. Sementara kalangan industri rokok malah menganggap bahwa RUU tersebut bisa menyulitkan industri rokok. Terkatung-katung selama 10 tahun, RUU Pertembakauan masuk lagi Prolegnas tahun 2016.
“Jika tidak disetujui nama undang-undang tersebut bisa diganti menjadi Undang-Undang Pembatasan atau Pengendalian Konsumsi Tembakau”.