Hingga Oktober, DPR Selesaikan 17 Undang-Undang

Antara/M Agung Rajasa
Gedung DPR
Rep: Ali Mansur Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Hingga akhir penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2016-2017 sebanyak 17 dari 50 Rancangan Undang-undang (RUU) telah disetujui menjadi undang-undang (UU) termasuk di dalamnya 8 RUU Kumulatif. Awalnya program legislasi nasionakl (Proglegnas) RUU Prioritas 2016 sebanyak 40 RUU. Namun dalam perkembangannya ada penambahan 10 RUU yang masuk ke dalam daftar prolegnas Prioritas 2016. Ini disampaikan oleh Ketua Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas.

"Hingga hari ini ada 17 RUU yang disetujui menjadi UU, itu termasuk 8 RUU kumulatif terbuka. Tentunya kami berharap pada masa sidang yang akan datang, kami harus lebih baik lagi," ujar Supratman dalam jumpa pers di ruang rapat Baleg, Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (28/10).

Supratman menjelaskan, dari 17 RUU yang disetujui menjadi UU diantaranya adalah RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat, RUU tentang perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan RUU tentang penyandang Disabilitas. Kemudian RUU yang masuk ke dalam kumulatif terbuka diantaranya RUU tentang pengesahan persetujuan antara pemerintah RI dan pemerintah RRC tentang kerjasama aktivitas dalam bidang pertahanan, dan juga Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Namun tidak semua produk undang-undang yang dihasilkan oleh DPR RI bersama pemerintah disambut baik oleh masyarakat. Sebagai contoh, Undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang pendidikan kedokteran, mendapat penolakan secara masif oleh seluruh dokter di Indonesia. Meski demikian, Supratman mengerti kenapa para dokter tersebut menolak adanya undang-undang itu. "Terus undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan, juga pemerintah masih belum membentuk Badan Pangan Nasional. Ini harus segera dibentuk," kata Politikus Partai Gerindra.

Kemudian, kata Supratman Baleg tak hanya membuat rancangan program legislasi saja, tapi juga telah melaksanakan fungsi pengawasan atas pelaksaan undang-undang. Itu dilakukan berdasarkan amanat dalam pasal 105 ayat (1) huruf f undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. Kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk kunjungan lapangan dan rapat kerja atau rapat dengar pendapart. "Ini dilakukan agar undang-undang dapat diterapkan dengan baik dan benar," ucapnya.

Selain itu Supratman menilai, saat ini keterbukaan dalam pembahasan RUU semakin baik sehingga diharapkan di masa depan produktivitas DPR RI dalam menghasilkan legislasi semakin lebih baik. Lanjutnya, mekanisme pembentukan undang-undang memengaruhi cepat atau lambatnya penyelesaian undang-undang. "Pencapaian kinerja legislasi tidak bisa dilakukan sendiri oleh DPR, harus dibahas bersama dengan pemerintah," tuturnya

Sementara untuk menilai produktivitas DPR RI dalam membuat undang-undang, menurut Supratman harus ditentukan dulu indikatornya. Apakah berdasarkan kuantitas atau kualitasnya. "Apakah jika dalamn satu tahun bisa menghasilkan 50 undang-undang dapat dikatakan baik, meskipun tidak menciptakan kepastian hukum, keadilan, dan menafaatan rakyat. Begitu juga sebaliknya sedikit tapi lebih berkualitas?" kata Supratman.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler