Komisi IX DPR Desak Pemerintah Segera Bahas RUU Perlindungan TKI
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah segera menuntaskan pembahasan isu krusial dalam RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN). Hal ini karena, dari delapan isu krusial yang menjadi fokus pembahasan, hanya satu isu lagi yang tersisa. Isu itu justru dinilai terkendala karena belum ada kesamaan pandangan di pihak pemerintah.
"Isu itu terkait dengan pembagian kewenangan dan tanggung jawab antara Kemenaker dan BNP2TKI. Jika isu ini bisa diselesaikan, pembahasan RUU ini diperkirakan akan berjalan mulus," kata Saleh, Ahad (30/4).
Baca juga: Bertemu TKW Telantar Dedi Mulyadi Batal ke Mesir
Terkait pembagian tanggung jawab dan kewenangan tersebut, DPR menginginkan agar BNP2TKI bertanggung jawab langsung kepada presiden. Sementara sampai dengan rapat terakhir, pemerintah masih mengusulkan agar BNP2TKI bertanggung jawab kepada presiden melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker). Walau sederhana, perbedaan perspektif itu dinilai berimplikasi luas.
Kalau BNP2TKI bertanggung jawab kepada presiden melalui Kemenaker, menurut dia, itu artinya kewenangan yang dimilikinya akan terdistorsi. Setidaknya, jika ada masalah yang dihadapi pekerja migran Indonesia di luar negeri, sebelum ke presiden, BNP2TKI harus melaporkan hal itu kepada Kemenaker.
"Komisi IX menilai bahwa persoalan perlindungan buruh migran Indonesia di luar negeri kurang maksimal justru karena persoalan tumpang tindih tanggung jawab dan kewenangan ini. Karena itu, dalam RUU ini, komisi IX menginginkan agar Kemenaker diposisikan sebagai regulator. Sementara, operatornya diberikan kepada BNP2TKI, atau suatu badan yang sejenis yang akan diamanatkan dalam RUU ini," katanya.