Gagasan Ibnu Abbas dalam Tafsir Alquran
Rasulullah memiliki kebiasaan bangun pada pertengahan malam untuk sholat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecerdasan Abdullah Ibnu Abbas tumbuh berkat rasa ingin tahunya yang tinggi. Ia seorang Muslim yang haus akan ilmu pengetahuan.
Suatu saat, Abdullah ingin mengetahui langsung bagaimana tata cara Rasulullah melaksanakan shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, Maimunah binti al-Harits.
Rasulullah memiliki kebiasaan bangun pada pertengahan malam untuk mendirikan shalat sunah. Kemudian, Abdullah melihat beliau terbangun dan beranjak ke ruang kecil untuk mengambil air wudhu. Maka, dengan sigap Abdullah menyapa Rasulullah dan membawakan kepadanya air dalam bejana untuk beliau berwudhu.
Selagi Nabi berwudhu, mata Abdullah bin Abbas tak lepas memperhatikan. Ia menghafal dalam benaknya tata cara Nabi Muhammad berwudhu. Yang diamati pun menyadari akan hal ini.
Dengan lemah lembut, Rasulullah mengelus kepala Ibnu Abbas seraya berdoa, Ya Allah, jadikanlah ia ahli dalam hal perkara agama-Mu (faqih), dan ajarilah ia tafsir Kitab-Mu.
Setelah tuntas berwudhu, Rasulullah bersiap memulai shalat sunah. Maimunah, istri beliau, menjadi makmum di belakangnya.
Kemudian, Abdullah bin Abbas mengambil tempat tepat di belakang Rasulullah karena ingin juga menjadi makmum. Rasulullah menyuruh Ibnu Abbas agar berdiri sedikit sejajar dengannya. Ibnu Abbas mematuhinya, tetapi kemudian surut lagi ke shaf belakang di pertengahan shalat.
Seusai shalat, Rasulullah bertanya kepada Abdullah bin Abbas, mengapa ia mundur ke belakang. Ia menjelaskan, ia tidak merasa pantas untuk berdiri sejajar dengan sosok agung Rasulullah. Mendengar jawaban itu, Nabi tidak menyanggahnya. Bahkan, beliau mengulangi doa yang sama ketika mereka tadi berwudhu.
Kedekatan Ibnu Abbas dan Rasulullah tersebut memang terbukti mendatangkan keberkahan di kemudian hari. Ibnu Abbas akhirnya kelak dikenal sebagai ahli tafsir di zaman khulafaur rasyidin. Hal ini terekam dalam berbagai literatur klasik Islam.
Di antaranya menyebutkan, Ibnu Abbas merupakan sosok pelopor ilmu tafsir Alquran meskipun ia sendiri tak sempat menulis sebuah kitab utuh yang membahas khusus tafsir Alquran. Sejumlah riwayat menunjukkan pelbagai gagasan Ibnu Abbas dalam persoalan tafsir Alquran.
Salah satunya adalah Manna Al-Qattan, ulama yang menulis buku tentang ilmu Alquran, Mabahist fi Ulumil Alquran. Menurut dia, tafsir oleh Ibnu Abbas dapat dilihat periwayatannya melalui beberapa perawi hadis.
Di antaranya adalah Ali bin Abi Talhah al-Hasyimi, Qays bin Muslim al-Kufi, dan Ata bin Sa'ib. Kemudian, ada pula sebuah kitab yang menghimpun tafsir oleh Ibnu Abbas, yakni Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn 'Abbas. Penulisnya adalah Abi Tahir Muhammad bin Ya'qub asy-Syairazy asy-Syafi'i, yang wafat pada 817 Hijriah.
Selain disiplin ilmu tafsir, Abdullah bin Abbas juga tercatat sebagai perawi hadis. Ia diketahui telah meriwayatkan sekitar 1.660 hadis.
Hal ini membuat namanya berada pada peringkat keempat sebagai perawi hadis, setelah Abu Hurairah (5.374 hadis), Abdullah bin Umar bin Khaththab (2.630 hadis), dan Anas bin Malik (2.266 hadis).