KPK Telusuri Pemberian Mobil di Lapas Sukamiskin
KPK periksa eks Kalapas Sukamiskin Deddy Handoko.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap terkait pemberian fasilitas dan izin di Lapas Sukamiskin. Pada Selasa (10/3), KPK memeriksa mantan Kalapas Sukamiskin Deddy Handoko.
Plt Jubir KPK, Ali Fikri mengatakan, Deddy didalami keterangannya sebagai Kadiv Pas Kanwil Kemenkumham Kepulauan Riau untuk melengkapi berkas tersangka Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
"Penyidik mendalami keterangan saksi terkait dengan dugaan pemberian satu unit mobil dari tersangka TCW kepada saksi dan juga mendalami adanya dugaan pemberian izin yang mudah kepada tersangka TCW untuk keluar masuk ke dalam Lapas Sukamiskin," kata Ali di Gedung KPK Jakarta, Selasa (10/3) .
Usai menjalani pemeriksaan, Deddy lebih memilih segera meninggalkan kantor KPK. "Tanya penyidik aja. Enggak ada (keterangan), sudah ya, tidak ada, oke ya," ucapnya singkat.
KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam pengembangan kasus tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Kelas I Sukamiskin pada Oktober 2019 lalu. Lima orang itu, yakni Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin (Maret 2018) Wahid Husein (WH), dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin (2016 sampai dengan Maret 2018) Deddy Handoko (DHA).
Selanjutnya, Direktur Utama PT Glori Karsa Abadi Rahadian Azhar (RAZ), Wawan, dan Fuad Amin (FA) yang pernah menjabat sebagai Bupati Bangkalan atau warga binaan. Namun, Fuad telah meninggal dunia saat penyidikan berjalan.Terkait dengan hal itu, KPK akan fokus menangani pada perkara yang melibatkan empat tersangka lainnya.
Dalam proses penyidikan ini, KPK menduga bahwa telah terjadi pemberian beberapa mobil mewah dari narapidana kepada Kalapas Sukamiskin ketika itu. Pemberian dilakukan agar warga binaan mendapatkan fasilitas yang mewah dan bebas keluar masuk dari balik jeruji besi.
Dalam perkara ini, Wahid Husen dan Deddy Handoko disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Wawan, Rahadian serta Alm Fuad Amin dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.