Susahnya Seragamkan Kriteria Awal Bulan Qomariyah
Pemerintah sebetulnya telah melakukan upaya unifikasi kalender hijriyah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan puasa Ramadhan di Indonesia sering kali tidak seragam antara pemerintah dan kalangan umat Islam. Meski pada tahun ini Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama memperkirakan pelaksanan puasa Ramadhan 1441 H akan serentak.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammadiyah Amin, menjelaskan, pemerintah sebetulnya telah melakukan upaya unifikasi kalender hijriyah dan terus sampai saat ini. Misalnya pada 2017 lalu, Kemenag mengadakan seminar internasional fikih falak yang menghasilkan Rekomendasi Jakarta 2017.
"Rekomendasi ini pun telah kita sampaikan ke Majelis Ulama Indonesia dan OKI (Organisasi Kerjasama Islam) untuk ditindaklanjuti. Jadi upaya unifikasi tidak pernah berhenti. Pertemuan pakar-pakar falak rutin dilakukan," tutur dia kepada Republika.co.id, Selasa (10/3).
Pada 2019 kemarin pun, pertemuan pakar-pakar falak kembali digelar. Muhammadiyah mengungkapkan, saat itu Kemenag mengadakan acara tingkat regional di Yogyakarta yakni Pertemuan Pakar Falak Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
"Itu untuk mencari format kriteria awal bulan qomariyah yang lebih mudah diterima ormas Islam. Tetapi untuk sampai pada kata sepakat, memang masih butuh waktu dan kesabaran, kajian-kajian terus dilakukan baik oleh ormas Islam maupun oleh Pemerintah sendiri," ujarnya.
Kendala hingga belum ditemukannya kata sepakat, imbuh Muhammadiyah, karena teguhnya prinsip-prinsip yang ada di ormas Islam. Ormas-ormas Islam, ucap dia, tidak bisa begitu saja merubah prinsipnya, kecuali melalui Muktamar.
"Tahun 2019 Bapak Menteri Agama mengadakan audiensi langsung ke Majelis Ulama Indonesia untuk membahas Rekomendasasi 2017 dan kriteria awal bulan qomariyah. Kita berharap dari hasil audiensi tersebut, Majelis Ulama dapat menindaklanjutinya," tuturnya.