Pemerintah Diminta tak Kesampingkan Demam Berdarah
Jumlah korban meninggal dunia akibat DBD terus meningkat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh meminta pemerintah tidak melupakan penanganan demam berdarah (DBD). Apalagi jumlah korban meninggal akibat DBD terus meningkat.
Politikus PKB yang kerap disapa Ninik ini menyoroti DBD sebagai penyakit langganan yang ada di Indonesia. Bahkan, seluruh wilayah indonesia memiliki potensi menjadi tempat terjadinya kasus luar biasa DBD.
"Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh mengesampingkan persoalan DBD. Pemerintah harus melakukan penelitian mendalam tentang DBD sehingga tidak terulang setiap tahun," kata Ninik saat dihubungi Rabu (11/3).
Salah satu daerah dengan kasus DBD yang disebut paling parah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Sudah lebih dari 30 orang meninggal karena penyakit akibat gigitan nyamuk Aèdes Aegypti.
Untuk itu, Ninik meminta pemerintah, dengan Kementerian Kesehatan sebagai leading sector, melakukan langkah penanganan agar jumlah korban tidak bertambah.
"Untuk kasus di NTT, pemerintah harus langsung melakukan gerak cepat sehingga tidak menyebar dan bertambah korban. Pemerintah sudah mengirimkan beberapa dokter spesialis di NTT, ini harus dievaluasi. Pemerintah harus all out untuk menangani," kata dia.
Kementerian Kesehatan mencatat, sudah ada 14.716 kasus dengan 94 korban jiwa sejak 1 Januari hingga 5 Maret 2020. Angka itu melonjak saat ini menjadi 16.099 orang terjangkit dan 100 orang meninggal dunia.
Kematian paling banyak terjadi di Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, dan Jawa Timur sehingga menjadi zona merah. Kemudian Lampung, Jawa tengah, Bengkulu dan Sulawesi Tenggara. Kemudian zona kuning meliputi Sumatra Utara, Riau, Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah.