Social Distancing yang Gagal dari Pembatasan Transportasi

Mulai hari ini Jakarta melakukan pembatasan transportasi publik.

AP Photo/Achmad Ibrahim
Mulai Senin (16/3), Pemprov DKI Jakarta memberlakukan pembatasan transportasi publik, LRT, MRT, dan Transjakarta untuk mengurangi penyebaran virus corona jenis baru.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rizkyan Adiyudha, Mimi Kartika, Nawir Arsyad Akbar, Flori Sidebang

Upaya membatasi pergerakan warga Jakarta dan sekitarnya demi mencegah penyebaran corona mulai diberlakukan hari ini. Armada Transjakarta, MRT, dan LRT yang dikurangi signifikan operasinya menimbulkan penumpukan penumpang.

Sejak pagi tampak warga yang mengantre hanya untuk bisa masuk ke halte atau terminal. PT Transjakarta mengharapkan pengertian penumpang.

"Transjakarta menghimbau pelanggan untuk bersabar dan meminta pengertianya untuk tetap menjaga jarak antar individu guna minimalisir penularan Covid-19," kata Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas PT Transportasi Jakarta Nadia Diposanjoyo dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (16/3).

Dia mengatakan, hal itu juga sesuai dengan instruksi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan himbauan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam upaya meminimalisir penyebaran virus Corona. Transjakarta juga mengimbau masyarakat yang tidak mempunyai keperluan mendesak melakukan kegiatannya dari rumah demi kemananan dan kenyamanan bersama.

Nadia mengingatkan, sesuai arahan Gubernur DKI maka Transjakarta membatasi frekuensi operasional Transportasi Umum hingga 30 Maret 2020. Nadia mengatakan, Transjakarta menurunkan total 290 unit bus pada operasional kali ini.

Dia menjelaskan, bus tersebut terdiri dari gabungan bus maksi dan bus gandeng dan akan melayani di hanya 13 koridor Transjakarta. Dia mengimbau agar penumpang mengatur waktu perjalanan sebaik-baiknya dengan menghindari jam-jam sibuk sebagai antisipasi penumpukan kembali terjadi.

"Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya berdesak-desakkan di dalam bus," katanya.

Dia mengingatkan, operasional Transjakarta hari ini hanya sampai pukul 18.00 WIB. Dia meminta penumpang mengatur jadwal perjalanan pulang ke rumah sebelum jam 18.00 WIB dan tidak berdesak-desakan.

Masyarakat yang beraktivitas di luar rumah dan menggunakan Transjakarta diminta tetap mengikuti arahan dari petugas di dalam bus ataupun di halte. Tujuannya agar pelanggan bisa terarahkan dengan baik demi kenyamanan bersama mengingat proses penularan virus Corona sendiri bisa terjadi dengan sentuhan fisik jarak dekat.

Penumpukan penumpang salah satunya terlihat di Halte Transjakarta Ragunan. Petugas Pengendalian Keberangkatan Bus (PDO), Geri, mengatakan penumpang memang biasa memenuhi halte di saat jam kerja. Dia mengatakan, namun untuk kali ini kepadatan penumpang di dalam halte dibatasi.

"Berlaku mulai hari ini, jumlah penumpang yang ada di dalam halte kami batasi sekitar 30 orang lah mengikuti jumlah kursi di dalam," kata Geri.

Dia mengatakan, pada jam sibuk, jika terjadi kepadatan antrian maka penumpang terpaksa berbaris di luar area halte Transjakarta. Dia mengungkapkan, kebijakan tersebut sesuai dengan instruksi yang dikeluarkan manajemen PT Transjakarta.

Berdasarkan pantauan Republika, pada pukul 10.35 WIB tidak terlihat antrian penumpang di halte Transjakarta Ragunan. Halte juga cenderung sepi dari pengguna meskipun terlihat ada beberapa bus dari berbagai jurusan yang antri di luar halte untuk mengangkut penumpang.

Petugas di lokasi melakukan pemeriksaan suhu tubuh terhadap setiap pengguna Transjakarta yang datang. Petugas juga terlihat menggunakan masker saat melayani penumpang yang ingin masuk ke dalam bus.

Sementara, lahan parkir park and ride yang disediakan Halte Ragunan juga terlihat padat pengguna. Dari tiga lantai yang disediakan, sebanyak dua lantai terisi penuh oleh kendaraan pribadi pengguna. Geri mengatakan, dalan kondisi normal parkiran tersebut biasa dipenuhi kendaraan pribadi penumpang.

PT TransJakarta yang biasanya melayani 248 rute kini hanya beroperasi di 13 rute. Geri mengungkapkan, halte Ragunan juga mengalami pengurangan armada bus Transjakarta. Dia mengatakan, halte Ragunan biasa mengerahkan 60 kendaraan per hari dalam kondisi normal untuk melayani pengguna.

"Sekarang cuma ada 15 bus dan bus tambahan 5 unit jadi total 20," katanya.

Dia mengatakan, jumlah tersebut tidak mencukupi untuk mengangkut penumpang yang datang. Menurutnya, banyak penumpang yang bekerja sebagai pegawai swasta masih memiliki jadwal kerja yang normal meski sudah ada imbauan dari pemprov DKI untuk bekerja dari rumah.

"Kalai dibilang cukup ya kurang, karena sekarang pegawai swasta masih masuk kantor masuk, tapi tidak tahu kalau besok akan seperti apa," katanya.

Penumpukan antrean penumpang MRT juga terjadi pagi ini. Seperti Transjakarta, MRT Jakarta membatasi operasional kereta mulai dari waktu kerja, interval waktu keberangkatan, dan jumlah rangkaian kereta.

"Kami tengah melakukan evaluasi antrean calon penumpang memasuki empat stasiun MRT kami pagi hari ini," ujar Kepala Divisi Corporate Secretary PT MRT Jakarta, Muhamad Kamaluddin dalam keterangan tertulis, Senin (16/3).

Empat stasiun yang terjadi antrean akibat pembatasan itu di antaranya stasiun Lebak Bulus, stasiun Fatmawati, stasiun Cipete Raya, dan stasiun Dukuh Atas BNI. Sementara antrean di sembilan stasiun MRT lainnya masih normal.

"Social distancing di dalam stasiun dan di dalam kereta juga sudah berjalan. Hasil evaluasi tersebut akan kami ulas bersama pemerintah dalam waktu dekat," lanjut dia.

Ia mengatakan, pembatasan operasional MRT Jakarta sejalan dengan koordinasi dengan pemerintah untuk membatasi pergerakan di perkotaan. MRT Jakarta memfokuskan operasional MRT Jakarta khusus untuk pekerja yang masih perlu menangani penanganan Covid-19 seperti pekerja medis. Selain itu MRT Jakarta tetap berjalan untuk pelayanan publik yang memang tidak bisa dikerjakan dari rumah.

"Layanan angkutan umum pada hari ini bukan ditujukan untuk mobilitas pekerja normal ke kantor, yang sudah diimbau untuk bekerja dari rumah," kata Kamaluddin.

Salah satu penumpang yang merasakan dampak dari keputusan itu adalah Rusli. Pria 36 tahun itu mengaku cukup kesulitan untuk berangkat ke kantornya di wilayah Sudirman, Jakarta Pusat. Sehari-hari, Rusli menaiki bus Transjakarta dari Halte S Parman Podomoro City, Jakarta Timur dengan rute koridor 4A Jelambar-TU GAS.

Namun, sejak hari ini rute tersebut tidak beroperasi. Rusli pun mencoba mencari alternatif lain agar dapat sampai ke lokasi tujuannya. “Paling ini nanti turun di Halte Semanggi, terus jalan kaki ke Halte Bendungan Hilir. Lanjut naik bus rute Blok M-Kota,” kata Rusli saat ditemui Republika di Halte S Parman Podomoro City.

“Memang jadinya agak repot sih, tapi tadi coba cek ojek online, harganya mahal banget, sekitar Rp 38 ribu dari sini,” imbuhnya.

Pada pukul 09.00 WIB, kondisi di Halte S Parman Podomoro City cukup dipadati penumpang. Tidak hanya di halte, saat bus koridor 9 dengan rute Pluit-Pinang Ranti tiba, pemandangan serupa pun terjadi. Para penumpang berdesak-desakan di dalam bus.

Tidak hanya penumpukan penumpang, pembatasan rute koridor bus pun membuat beberapa penumpang menjadi kebingungan. Salah satunya Carmel. Ia bersama sang suami rencananya akan menuju rumah salah satu saudaranya di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD). Namun, ia mengaku tidak mengetahui bahwa mulai hari ini koridor tersebut tidak beroperasi hingga dua pekan ke depan.

“Saya tidak tahu kalau bus (Transjakarta) yang ke BSD hari ini tidak operasi. Jadi bingung juga ini. Belum tahu bakal naik apa buat ke sana,” ujar Carmel.

Tesar, salah satu pegawai perusahaan asing yang terletak di Slipi, Jakarta Barat mengatakan, kebijakan ini justru cukup mengganggu para karyawan atau karyawati yang tetap aktif bekerja di kantor. “Kurang efektif ya, karena tidak semua pekerja diliburkan. Kantor saya salah satu yang masih aktif bekerja,” ungkap Tesar saat dihubungi.

Menurut dia, pembatasan jam operasional bus Transjakarta yang hanya sampai pukul 18.00 WIB justru membuat kekhawatiran bagi para pegawai untuk kembali ke rumah masing-masing. Sebab, di jam tersebut, kata dia, merupakan saat-saat ramai para pegawai pulang kantor.

“Untuk jam operasional mungkin paling tidak sampai jam 8 malam ya, karena kan banyak juga yang suka lembur. Lalu mungkin jumlah armadanya jangan dikurangi,” tutur dia.

Hal senada pun disampaikan Andrew Nugraha. Salah satu pegawai yang kantornya terletak di Jalan Pattimura, Jakarta Selatan ini setiap harinya menggunakan jasa Moda Raya Terpadu (MRT) untuk menjangkau tempat kerjanya. Namun, hari ini dia lebih memilih berangkat kerja dengan tidak menggunakan MRT.

“Tadi ramai banget sih ngantrenya (di stasiun MRT). Karena nggak ada gage (ganjil-genap), jadi nebeng orang tua sampai kantor,” papar Andrew.

Menurut Andrew, kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI kurang tepat lantaran masih banyak perusahaan maupun perkantoran yang mewajibkan para pegawainya untuk bekerja di kantor. Sehingga, masih banyak orang yang menggunakan jasa transportasi umum, seperti bus Transjakarta dan MRT justru terlambat akibat kebijakan itu.

Selain itu, Andrew menilai, dengan adanya pembatasan jam operasional dan rute transportasi umum, malah membuat gerbong kereta ataupun unit bus menjadi penuh. Akibatnya, kontak fisik antar penumpang lebih memungkinkan terjadi.

“Seharusnya kantor-kantor diimbau work from home dulu, baru transportasi umumnya dikurangi (jam operasional dan rutenya). Memang niatnya bagus biar mengurangi orang biar enggak berdesakan di transportasi umum, tapi kurang tepat kalau (diberlakukan), sekarang orang-orang masih butuh (transportasi umum) buat ke kantor,” katanya.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta warga untuk mengikuti imbauan pemerintah untuk berada di rumah. "Untuk meningkatkan kesadarannya untuk mentaati imbauan dari pemerintah tersebut, saling mengingatkan, bekerja sama dan tolong-menolong agar penularan dari virus ini tidak meningkat," ujar Dasco kepada wartawan, Senin (16/3).

Dengan mengikuti imbauan itu, ia berharap penyebaran virus Covid-19 di Indonesia tidak meluas. Sehingga pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dapat fokus dalam penyembuhan pasien.

"Agar penularan dari virus ini tidak meningkat dan penanganan Covid-19 bisa dilakukan dengan baik," ujar Dasco.

DPR juga meminta pemerintah untuk terus berkoordinasi dengan organisasi kesehatan dunia (WHO) terkait penanganan virus Covid-19. Pasalnya, di sejumlah negara sudah menunjukkan adanya penurunan jumlah korban yang terinfeksi.

"Langkah ini perlu dilakukan agar penanganan Covid-19 bisa dilakukan dengan lebih maksimal. Supaya penyebaran dari virus ini bisa kita setop atau setidak-tidaknya bisa kita hambat," ujar Dasco.

Baca Juga


Membersihkan Kantor dari Corona - (Republika)




Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler