Sanksi Pelanggar Lockdown India dari Push-up Hingga Dicambuk

India menerapkan lockdown selama 21 hari.

Rafiq Maqbool/AP
Petugas militer berjaga di Gauhati, India, Rabu (25/3). Pemerintah India memberlakukan lockdown selama 3 pekan untuk menekan penyebaran virus SARS Cov-2 di India.
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India telah memberlakukan 21 hari lockdown guna mengekang penyebaran virus corona tipe baru atau Covid-19 di negaranya mulai Selasa (24/3) waktu setempat. Pihak kepolisian daerah pun bersiap siaga agar orang-orang tetap berada di rumah dan mengimbau betapa pentingnya jaga jarak sosial.

Baca Juga


Beberapa hukuman diterapkan oleh polisi India bagi mereka yang tidak menaati aturan untuk tetap di rumah. Video-video beredar luas di media sosial saat petugas kepolisian memberikan sanksi hukuman bagi orang yang melanggar aturan untuk tetap di rumah.

Polisi memerintahkan warga yang melanggar untuk melakukan squat, sit-up, push-up, dan dalam beberapa situasi bahkan polisi mencambuk mereka yang melanggar batasan. Perdana Menteri India Narendra Modi telah mengumumkan larangan 21 hari atau tiga pekan untuk tidak pergi keluar rumah dalam upaya menahan penyebaran Covid-19. Namun, tampaknya rakyat India belum siap dengan kebijakan tersebut.

"Ketika Anda keluar saat lockdown, polisi India menyerukan 'tetap di rumah, tetap aman," ujar salah satu pengguna Twitter disertai tautan video yang menunjukkan seorang petugas polisi secara verbal berhadapan dengan satu orang yang mengabaikan aturan lockdown sebelum memukulnya dengan tongkat.

Melansir National Post, meskipun ada larangan keluar rumah, ratusan orang berbondong-bondong ke pasar di kota-kota besar India seperti Delhi, Kolkata, dan Mumbai. Mereka terlihat berbaris secara dekat satu sama lain dan bahkan ada yang berkerumun untuk memeriksa kualitas buah-buahan dan sayuran yang tersedia untuk dibeli dari pedagang.

Orang-orang juga banyak yang masih bersosialisasi di ruang publik dan berbagi tumpangan di mobil, sepeda motor, meskipun ada peringatan dari pejabat untuk mempraktikkan jarak sosial. Akibatnya, polisi di beberapa negara bagian juga berbalik untuk membuat lingkaran menggunakan kapur di trotoar, masing-masing terpisah dua meter, dan memerintahkan orang untuk berdiri di dalamnya ketika menunggu dalam antrean. Dalam satu video, seorang pejabat membuat seorang pria menggambar garis lingkaran dengan kapur.

Langkah petugas kepolisian India telah menarik baik pujian maupun kritik dari publik. Banyak yang memuji polisi karena merancang cara-cara kreatif untuk menghukum mereka yang keluar meskipun ada batasan. Namun yang lain mengutuk mereka karena menggunakan cara kasar terhadap penduduk. Tak sedikit yang menyebut tindakan mereka sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang nyata.

Langkah lockdown Modi juga telah menerima kritik publik. Sebab, banyak yang bertanya bagaimana mereka yang tinggal di daerah kumuh dan daerah berpenghasilan rendah lainnya akan mampu menyediakan diri sendiri dan keluarga mereka selama lockdown. Pengguna media sosial juga berkomentar tentang ketidakadilan polisi dengan kekerasan menghukum orang-orang yang meninggalkan rumah mereka untuk pasokan persediaan selama isolasi wilayah.

Modi mengatakan, larangan ke luar rumah secara nasional akan berlangsung hingga 30 Maret, dengan harapan menghentikan penyebaran komunitas Covid-19. Hanya layanan penting seperti air, listrik, layanan kesehatan, layanan kebakaran, bahan makanan dan layanan kota yang akan diizinkan untuk beroperasi.

Semua toko, perusahaan komersial, pabrik, bengkel, kantor, pasar dan tempat ibadah akan tetap ditutup dan bus dan metro antarnegara akan ditangguhkan. "Menurut para ahli kesehatan, minimal 21 hari adalah yang paling penting untuk memutus siklus infeksi. Jika kami tidak dapat mengelola pandemi ini dalam 21 hari ke depan, negara dan keluarga Anda akan mengalami kemunduran selama 21 tahun. Jika kami tidak dapat mengelola 21 hari ke depan, maka banyak keluarga akan hancur selamanya," kata Modi.

India kini mencatat 753 kasus infeksi corona, dan 20 kematian akibat virus itu. Negara berpenduduk terbanyak itu khawatir penyebaran terus meluas dengan keterbatasan alat kesehatan negara.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler