Usia Bukan Satu-satunya Faktor Kematian Covid-19
Di berbagai negara, makin banyak ditemukan pasien Covid-19 di usia muda.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lintar Satria
Orang lanjut usia masih menjadi kelompok yang paling berisiko mengalami gejala parah atau kematian virus corona yang kini menyebar di seluruh dunia. Tapi usia bukan satu-satunya faktor pasien mengalami gejala parah atau kematian.
Setelah jumlah kasus infeksi di Amerika Serikat dan Italia meroket ada sejumlah misteri medis yang belum terpecahkan. Salah satu misteri yang belum terpecahkan dalam krisis virus yang dikenal dengan Covid-19 ini mengapa laki-laki mengalami gejala lebih buruk dibandingkan perempuan.
Covid-19 memperjelas kesehatan seseorang memainkan peran yang lebih penting dalam menghadapi pandemi. Dibandingkan seberapa tua usianya.
Mayoritas orang yang terinfeksi Covid-19 hanya mengalami gejala ringan atau sedang. Tapi mayoritas tidak berarti semua orang'. Hal ini menimbulkan satu pertanyaan penting, siapa yang seharusnya paling khawatir bila terinfeksi Covid-19?
Setelah berbulan-bulan melakukan penelitian, para ilmuwan akhirnya memiliki data yang cukup untuk mengatakan siapa yang paling berisiko dan mengapa. Sejumlah penelitian di kasus-kasus awal di seluruh dunia mulai memberikan sedikit petunjuk.
Memang tidak diragukan lagi populasi lanjut usia menjadi kelompok yang paling terdampak Covid-19. Di China 80 persen kematian Covid-19 berusia di atas 60 tahun dan hal ini juga terlihat di negara-negara lain.
Kelompok lanjut usia di beberapa negara mengalami risiko tertentu. Italia negara dengan populasi tertua kedua di dunia setelah Jepang. Walaupun di awal wabah angka kematian berfluktuasi tapi Italia melaporkan 80 persen kematian dialami oleh mereka yang berusia 70 tahun ke atas.
"(Tapi) kami harus sangat, sangat berhati-hati dengan gagasan penyakit ini sepenuhnya hanya menyebabkan kematian orang tua," kata Kepala Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Mike Ryan, Ahad (29/3).
Ia mengatakan sebesar 10 sampai 15 persen pasien berusia di bawah 50 tahun mengalami gejala yang buruk. Walaupun ia berhasil selamat, tapi kelompok usia paruh baya harus menghabiskan waktu berpekan-pekan di rumah sakit. Di Prancis lebih dari setengah 300 pasien pertama yang berada di Unit Gawat Darurat berusia di bawah 60 tahun.
"Orang muda tidak kebal," kata Maria Van Kerkhove dari WHO.
Kerkhove menambahkan masih perlu informasi yang lebih banyak lagi tentang penyakit ini di semua umur. Italia melaporkan sejauh ini seperempat kasus positif berusia di antara 19 sampai 50 tahun.
Di Spanyol sepertiga kasus terkonfirmasi berusia di bawah 44 tahun. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS melaporkan hanya 29 persen kasus dengan pasien berusia 20 sampai 44 tahun.
Lalu yang masih dipertanyakan gejala Covid-19 terhadap anak-anak. Sejauh ini hanya sedikit laporan tentang anak-anak yang terinfeksi Covid-19. Sebagian besar hanya mengalami gejala ringan.
Para peneliti di Jurnal Dokter Anak melacak 2.100 anak-anak yang terinfeksi di China. Mereka mencatat hanya ada satu kematian anak berusia 14 tahun dan hanya 6 persen yang mengalami gejala yang serius. Pertanyaan berikutnya peran anak-anak sebagai pembawa virus.
"Saat ini ada penyelidikan yang mendesak tentang peran anak-anak dalam rantai penularan," tulis para peneliti Kanada dari Dalhousie University di The Lancet Infectious Diseases.
Selain umur, kondisi kesehatan juga memainkan peran besar. Di China sekitar 40 persen pasien Covid-19 yang membutuhkan perawatan kritis memiliki penyakit lain. Angka kematian tertinggi virus korona di Negeri Tirai Bambu juga dialami orang-orang yang memiliki masalah jantung, diabetes atau penyakit paru-paru kronis.
Masalah kesehatan bawaan juga dapat meningkatkan risiko penularan. Seperti orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah termasuk pasien-pasien kanker.
Sekarang beberapa negara melihat bagaimana kondisi kesehatan sebelum pandemi memainkan peranan besar dan lebih mengancam dari yang ditemukan sebelumnya. Italia melaporkan tujuh dari sembilan orang pertama yang meninggal karena Covid-19 di bawah 40 tahun memiliki penyakit sebelumnya seperti penyakit jantung.
Semakin banyak penyakit yang dimiliki seseorang, semakin tinggi risikonya. Italia melaporkan setengah orang yang meninggal karena Covid-19 memiliki tiga atau lebih masalah kesehatan. Hanya 2 persen orang yang meninggal tapi tidak memiliki penyakit sebelumnya.
Kepala penyakit menular UT Southwestern Medical Center, Dr Trish Perl mengatakan penyakit jantung sangat luas cakupannya. Tapi sejauh ini mereka yang paling berisiko memiliki masalah kardiovaskular yang berbahaya seperti gagal jantung atau penyumbatan arteri.
Semua bentuk infeksi membuat diabetes semakin sulit dikendalikan. Tapi hal itu tidak menegaskan mengapa penderita diabetes sangat rentan dengan Covid-19.
Risiko mungkin ada hubungannya bila sistem kekebalan tubuh mereka beraksi terlalu berlebihan terhadap virus. Sebab banyak pasien yang meninggal awalnya tampak membaik selama satu pekan sebelum tiba-tiba mengalami gejala yang sangat parah, peradangan yang merusak organ.
"(Bagi penderita masalah paru-paru bawaan) hal ini benar-benar terjadi bagi orang-orang yang memiliki kapasitas paru-paru yang lebih kecil," kata Perl.
Perl mencontohkan seperti COPD (chronic obstructive pulmonary disease) atau fibrosis kistik. Radang akibat gangguan pada kanal klorida yang terletak pada lapisan epitelial.
Perl menambahkan penderita asma juga kelompok yang rentan. Belum diketahui risiko penderita asma ringan. Walaupun infeksi saluran pernapasan kerap membuat pasien lebih sering menggunakan inhaler mereka dan mereka yang memiliki Covid-19 harus lebih sering diawasi.
Perl mengatakan bagi orang yang mengalami pneumonia atau masalah sesak napas tapi masih bisa bernapas tanpa ventilator. Maka tidak akan mengakibatkan kerusakan yang signifikan.
Perbedaan gejala antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu mengejutkan dokter atau peneliti. Karena pada epidemi SARS dan MERS yang juga kerabat dari Covid-19 para ilmuwan menyadari laki-laki lebih rentan daripada perempuan.
Pada pandemi kali ini lebih dari setengah kematian Covid-19 di China terjadi pada pasien laki-laki. Beberapa negara Asia lainnya juga menunjukkan angka yang sama.
Koordinator virus corona Gedung Putih Dr. Deborah Birx mengatakan di Eropa juga menunjukkan tren yang serupa. Menurut organisasi Covid-19 di Italia, sekitar 58 persen orang yang terinfeksi di Negeri Pisa adalah laki-laki.
Jumlah pasien laki-laki yang meninggal dunia juga lebih banyak. Risiko semakin meningkat ketika pasien berusia di atas 50 tahun.
CDC AS belum merilis detail data Covid-19. Tapi salah satu laporan menyebutkan dua pertiga dari 200 pasien pertama Unit Gawat Darurat di Inggris adalah laki-laki.
Salah satu faktor yang dicurigai adalah di seluruh dunia lebih banyak laki-laki yang menjadi perokok berat dalam jangka waktu yang lama dibandingkan perempuan. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa saat ini mendorong penelitian koneksi antara rokok dengan Covid-19.
Kemungkinan hormon juga memainkan peran. Pada tahun 2017 peneliti-peneliti University of Iowa menginfeksi tikus dengan SARS.
Hasilnya seperti yang terjadi pada manusia, yakni lebih banyak jumlah laki-laki yang mati dibandingkan perempuan. Dalam penelitian yang diterbitkan di Journal of Immunology menunjukkan estrogen tampaknya protektif. Karena ketika ovarium tikus-tikus itu diangkat, jumlah kematian tikus betina meningkat, dilansir dari AP.