5.047 Buruh Jabar Terkena PHK
PHK dilakukan karena dampak dari viru Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menyatakan hingga 5 April 2019, tercatat ada 5.047 buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasalnya, perusahaan atau tempat mereka bekerja terdampak akibat wabah virus corona atau COVID-19.
"Hingga 5 April 2020 ini, jumlah perusahaan atau industri terdampak COVID-19 sebanyak 1.476 perusahaan dan industri. Dan jumlah pekerja/buruh terdampak COVlD-19 sebanyak 53.465 orang kemudian 5.047 buruh terkena PHK," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar, M Ade Afriandi, Rabu (8/4).
Ade mengatakan, pihaknya telah menyampaikan verifikasi data perusahaan dan buruh yang terdampak COVID-19 di Provinsi Jabar kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja. Ia melanjutkan, dalam laporkan tersebut dinyatakan bahwa jumlah pekerja/buruh di Jabar yang diliburkan karena terdampak corona sebanyak 34.365 orang dan jumlah pekerja/buruh yang dirumahkan sebanyak 14.053 orang.
"Untuk yang dirumahkan berarti perusahaan sudah terdampak ada kekurangan finansial. Kami dorong tidak ada PHK. Dirumahkan itu artinya ada tanggung jawab perusahaan memberikan upah, tetapi besarannya hasil kesepakatan perundingan perusahaan dan serikat pekerja," kata dia.
Menurut dia, Disnakertrans Jabar sejak 17 Maret hingga 27 Maret 2020 telah melakukan pemantauan terhadap perusahaan terkait dampak COVID-19. Hasilnya, banyak perusahaan atau industri di Jabar merasakan dampaknya.
"Dampak penurunan produktivitas dikarenakan bahan baku karena impor tidak masuk order dan sebagainya. Ini artinya dari 502 perusahaan yang dipantau dari periode 17 sampai 27 Maret itu sebanyak 88,6 persen terkapar gitu ya. Dari situ kita berpikir bahwa COVID-19 ini pasti akan berdampak kepada semua," katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, salah satu antisipasi awal menyikapi dampak COVID-19 terhadap buruh terdampak, yakni dengan menyediakan program jaminan sosial dari Pemprov Jabar sebesar Rp 500.000 per bulan. Kemudian ada pula program Kartu Prakerja dari pemerintah pusat.
"Jadi, instruksi Gubernur kami jalankan selain melakukan pendataan dan pengawasannya," kata dia.