KSPI Ancam Kerahkan Puluhan Ribu Buruh Demo Omnibus Law
Aksi akan tetap digelar meski saat ini adalah masa pandemi Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, bahwa sebanyak 50 ribu buruh akan menggelar aksi tolak omnibus law RUU Cipta Kerja di Gedung DPR/MPR dan Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian. Aksi tersebut tetap akan digelar meski saat in tengah masa pandemi virus Covid-19 atau corona.
"Jika aspirasi ratusan ribu WA dan SMS tidak ditanggapi, maka tanggal 30 April ribuan buruh akan datang langsung untuk menyampaikan aspirasi," ujar Said lewat keterangannya, Kamis (9/4).
Ia mengatakan, para buruh saat ini masih melakukan aksi penolakan lewat media sosial. Termasuk mengirimin pesan penolakan kepada pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Jika ribuan pesan tersebut tidak ditanggapi, ribuan buruh dipastikan turun ke jalan untuk menolak omnibus law RUU Cipta Kerja. KSPU juga disebutnya menolak hadir jika DPR mengajak dalam pembahasan RUU tersebut.
"KSPI bersama buruh lainnya akan melakukan aksi unjuk rasa di DPR RI dan Kemenko Perekonomian. Aksi ini juga serentak akan dilakukan 20 provinsi di seluruh Indonesia, dengan risiko apa pun," ujar Said.
Menurut KSPI, DPR seharusnya fokus terhadap dua hal selama masa pandemi. Pertama, DPR seharusnya memikirkan cara efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus corona.
Kedua, DPR harus melakukan fungsi pengawasan dan legislasi terhadap ancaman PHK terhadap para buruh. Legislator diminta agar fokus pada penanganan pandemi dan potensi ratusan ribu buruh yang kehilangan pekerjaan.
"DPR sebaiknya fokus memberikan masukan terhadap pemerintah dengan melakukan fungsi pengawasan dan legislasi terhadap ancaman PHK," ujar Said.
Ia mengatakan, sejumlah perusahaan dan perhotelan sedang berada dalam proses PHK karyawannya. Beberapa di antaranya adalah Okamoto di Mojokerto, Transformer dan Grasindo di Serang, perusahaan tekstil di Bandung, retail sepeti Ramayana, dan perhotelan.
KSPI juga meminta pemerintah untuk memperbesar anggaran untuk memberikan insentif kepada rakyat kecil. Pasalnya di tengah pandemi ini, para pekerja informal menjadi salah satu pihak yang paling terdampak.
"Karena akan ada jutaan buruh yang di PHK dirumahkan dan upahnya tidak dibayar. Mereka harus mendapatkan insentif yang layak agar tetap memiliki daya beli," ujar Said.
Sementara itu, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengaku, dirinya menerima lebih dari 10 ribu pesan melalui aplikasi WhatsApp yang berisi penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja. Hal itu terjadi sejak Selasa (7/4), sebab sejumlah serikat buruh dan pekerja yang menggelar aksi penolakan di media sosial.
"Kami pimpinan Baleg itu sekarang dapat SMS maupun WA dari kalangan buruh. rata-rata buruh, sudah 10 ribuan (pesan)," ujar Supratman.
Ia mengakatan, hal tersebut merupakan aksi demonstrasi terbesar yang dilakukan kelompok buruh lewat media sosial. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang secara spesifik omnibus law RUU Cipta Kerja pada klaster ketenagakerjaan.
"Sekarang melalui akun media sosial Facebook saya, saya buka meminta tanggapan masukan yang sifatnya konstruktif," ujar Supratman.
Lewat diskusi via daring ini, ia berharap para buruh dapat mengerti klaster apa saja yang berada di RUU Cipta Kerja. Pasal-pasal kontroversial juga akan menjadi atensi lebih bagi Baleg dalam pembahasannya nanti.
"Saya selalu berusaha menjawab dan berdiskusi dengan semua teman-teman buruh dari seluruh Indonesia," ujar Supratman.
Rencananya, pada pekan depan Baleg akan menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk melihat kesiapan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja. Sejumlah menteri terkait diagendakan untuk hadi dalam rapat tersebut.
Ia sendiri menegaskan bahwa Baleg tidak ada target penyelesaian omnibus law RUU Cipta Kerja. "Memang ada yang berkembang, sesuai tatib kan dua kali masa sidang tapi karena Covid maka kami nggak ada target seperti itu," ujar Supratman.