Riset Harvard: Social Distancing Harus Sampai 2022

Riset Harvard sebut social distancing harus diterapkan hingga 2022.

ANTARA/Harviyan Perdana Putra
Social distancing. Riset Harvard sebut social distancing harus diterapkan hingga 2022.
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIDGE -- Riset Universitas Harvard mendapati bahwa Amerika Serikat (AS) kemungkinan harus menerapkan social distancing hingga 2022 mendatang. Hal tersebut dilakukan guna memerangi pandemi virus corona tipe baru penyebab Covid-19 di negara tersebut.

"Saling menjaga jarak mungkin diperlukan hingga 2022, kecuali jika kapasitas perawatan kritis meningkat secara substansial hingga ada pengobatan atau vaksin," kata para peneliti Harvard seperti diwartakan NBC, Kamis (16/4).

Riset tersebut diterbitkan dalam jurnal Science pada Selasa lalu waktu setempat. Riset dilakukan setelah lebih dari 2.200 nyawa melayang di AS akibat pandemi corona.

Jumlah itu menjadi angka tertinggi dibandingkan negara lain yang dihantam corona, berdasarkan hitungan kantor berita Reuters. Dari data tersebut, hingga Selasa (14/4), sebanyak 28.300 pasien positif Covid-19 telah meninggal dunia di Negeri Paman Sam.

Para peniliti berkesimpulan bahwa jarak efektif social distancing dapat mengurangi penyebaran penyakit tersebut. Mereka juga mengatakan bahwa penerapan kebijakan itu dapat mengurangi tekanan pada sistem perawatan kesehatan nasional serta memungkinkan pelacakan kontak hingga karantina.

"Seperti kebanyakan model matematika, prediksi para peneliti didasarkan pada asumsi yang belum kita ketahui tentang virus," kata Dr Rosemary Guerguerian.

Di saat yang bersamaan, studi tersebut juga mendapati bahwa soscial distancing tersebut tentu berdampak negatif bagi ekonomi, sosial, dan pendidikan. Studi ini mengungkap bahwa bahkan dalam kasus "eliminasi semu," pengawasan virus penyebab Covid-19, yakni SARS-CoV-2, masih harus dipertahankan.

Mereka menyebut bahwa kemungkinan penularan virus dapat terjadi hingga 2024 nanti. Riset juga menemukan bahwa ada kemungkinan virus Covid-19 bisa muncul kembali setiap musim dingin.

Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa puncak infeksi virus Corona masih belum terlihat. WHO mengatakan, hampir 2 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi dan lebih dari 124 ribu telah meninggal akibat pandemi tersebut.

WHO mengatakan, episentrum telah bergeser dari China yang merupakan tempat virus itu muncul pada Desember 2019. Pusat virus tersebut kini bergerak ke AS yang mencatat angka kematian paling banyak.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler