Karena Corona, Ramadhan Tahun Ini Bakal Sangat Berbeda

Pembatasan fisik akibat corona memaksa Muslim di rumah saat Ramadhan.

Antara/Syifa Yulinnas
Karena Corona, Ramadhan Tahun Ini Bakal Sangat Berbeda. Warga memasak lemang di Desa Alue Raya, Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (18/4/2020). Tradisi memasak dan membuat lemang bambu yang dilakukan secara turun temurun tersebut dilakukan dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, kemudian lemang tersebut dibagikan kepada warga sekitar untuk mempererat silaturahim.
Rep: Febryan A. Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan puasa Ramadhan kali ini akan terasa sangat berbeda. Umat Islam di seluruh dunia akan melewati bulan suci itu di bawah bayang-bayang pandemi corona atau Covid-19.

Bulan paling suci dalam kalender Islam itu biasanya tak hanya diisi dengan berpuasa, tapi juga momen kebersamaan keluarga, doa bersama dan berbagai kegiatan amal. Namun, kegiatan-kegiatan itu tampaknya akan sulit dilakukan kali ini lantaran adanya kebijakan pembatasan fisik demi mencegah penularan Covid-19.

Kebijakan itu berupa penutupan masjid, pemberlakuan jam malam, dan larangan sholat jamaah. Kebijakan semacam itu diterapkan hampir di seluruh dunia, mulai dari negara-negara Afrika hingga Asia Tenggara.

Terdapat 1,8 miliar Muslim di seluruh dunia yang akan menjalani Ramadhan tahun ini yang diperkirakan dimulai pada Kamis (23/4) mendatang. Sebagian dari mereka mengungkapkan kecemasannya.

Yamine Hermache (67 tahun), warga Kota Aljir, ibu kota Aljazair, biasanya mengunjungi atau dikunjungi kerabatnya untuk minum teh dan minuman dingin saat berbuka puasa Ramadhan. Tapi tahun ini ia khawatir kegiatan itu tak bisa dilakukan.

Baca Juga


Seorang wanita membeli daging jelang bulan suci Ramadhan di pusat kota Aljir, Aljazair. (Reuters/Louafi Larbi)

"Kami mungkin tidak mengunjungi mereka, dan mereka tidak akan datang," katanya sembari menangis, Senin (20/2).

"Virus corona membuat semua orang takut, bahkan terhadap tamu-tamu terhormat," ujarnya.

Di negara di mana masjid telah ditutup itu, suaminya Mohamed Djemoudi (73), mengkhawatirkan sesuatu yang lain. "Aku tidak bisa membayangkan Ramadhan tanpa tarawih," ucapnya.

Sedangkan di Yordania, pemerintah tengah berkoordinasi dengan negara-negara Arab lainnya untuk mengumumkan fatwa tentang kegiatan yang diperbolehkan selama Ramadhan. Meski demikian, umat Islam tetap saja akan menjalani bulan suci yang sama sekali berbeda.

Kecemasan juga dirasakan warga Kota Kairo, Mesir. Kota berpenduduk 23 juta jiwa yang biasanya selalu hidup siang dan malam itu kini sepi.

"Orang tidak ingin mengunjungi toko, mereka takut penyakit. Ini tahun terburuk yang pernah ada. Dibandingkan dengan tahun lalu, bahkan penjualan kami kali ini belum seperempatnya," kata Samir El-Khatib, pengelola mengelola sebuah kios di masjid bersejarah al-Sayeda Zainab.

Selama Ramadhan, pedagang jalanan di Kairo juga menjajakan kurma, aprikot dan buah-buahan manis lainnya untuk berbuka puasa. Termasuk menjajakan lentera khas saat Ramadhan yang dinamakan fawanees. Namun tahun ini, pemerintah telah memberlakukan jam malam dan melarang sholat bersama dan kegiatan lainnya, sehingga tidak banyak orang melihat pentingnya membeli lentera.

Seorang warga memasukkan fanus, lampu tradisional khas Ramadhan, ke dalam mobil di sebuah pasar di Kairo, Mesir. - (EPA/Khaled Elfiqi)

"Tahun ini tidak ada suasana Ramadhan sama sekali. Aku biasanya datang ke pasar, dan sejak awal orang biasanya bermain musik, duduk-duduk, hampir tinggal di jalanan," kata Nasser Salah Abdelkader (59), seorang manajer di pasar saham Mesir.

Berbagi makanan berbuka kepada mereka yang membutuhkan juga akan sulit pada Ramadhan kali ini. Pemilik restoran di Aljazair, misalnya, kini bingung bagaimana cara menyediakan makanan sementara restoran mereka ditutup.

Kebingungan serupa juga dirasakan badan amal Abu Dhabi yang biasa membagikan makanan pada pekerja dari Asia Selatan. Pekerja dari Asia Selatan biasanya hidup sulit lantaran diupah dengan harga murah. Tapi, bantuan kepada mereka akan sulit disalurkan karena kini lantaran masjid ditutup.

Sedangkan di Senegal, kegiatan pemberian bantuan makanan akan tetap dilanjut. Badan amal di Kota Dakar akan membagikan makanan di sekolah-sekolah Alquran, tak lagi di jalanan.

Pekerja membuat makanan khas bulan Ramadhan patola di Karangrejo, Banyuwangi,Jawa Timur. - (Antara/Budi Candra Setya)

Sementara itu di Indonesia, negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, beberapa orang terpaksa hanya bisa bertemu secara virtual sebelum Ramadhan tiba atau saat perayaan Idul Fitri nanti. Prabowo, salah seorang warga, mengaku tak mudik ke kampung halaman dan lebih memilih mengadakan pertemuan daring menggunakan aplikasi Zoom dengan keluarganya.

"Saya khawatir dengan virus corona. Tapi semua kebersamaan akan dirindukan. Tidak ada iftar bersama, tidak ada shalat bersama di masjid, dan bahkan tidak bercengkerama dengan teman-teman," katanya.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler