Singapura Hentikan Berbagai Kegiatan Khas Ramadhan

Warga Singapura tak lagi bisa menikmati suasana khas Ramadhan tahun ini.

traitstimes
Singapura Hentikan Berbagai Kegiatan Khas Ramadhan. Lampu-lampu hias menghiasi Kota Singapura saat Ramadhan tiba
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Bulan puasa di Singapura pada tahun ini memang akan dilakukan sebagaimana mestinya. Namun demikian, berbagai kegiatan seperti buka bersama, ibadah di masjid hingga kegiatan pasar ditiadakan.

"Ini akan sangat berbeda dan sedikit sedih," kata petugas hubungan masyarakat Singapura, Badrun Nisa (32 tahun) seperti dilansir Channel News Asia, Ahad (19/4).

Ia tak menampik, ada kesedihan baginya dan keluarga terkait hal tersebut. Tetapi, ia menyatakan, hal tersebut adalah satu-satunya langkah yang harus dilakukan warga negara yang baik dalam segala keterbatasan akibat Covid-19.

Badrun yang tak tinggal bersama keluarga itu mengatakan, untuk menyiasati pertemuan dengan keluarga, aplikasi seperti Zoom dan platform lainnya menjadi pilihan. Dia juga menegaskan, seluruh keluarganya akan berupaya diam di rumah masing-masing.

“Kita tak bisa bertemu atau dekat satu sama lainnya. Kami akan terhubung dengan webcam,” kata dia.

Tak hanya kegiatan berkumpul Badrun dan keluarganya yang terhenti. Pasar Ramadhan, masjid-masjid dan area umum lainnya juga akan beralih secara daring untuk melakukan kegiatannya.

Baca Juga


Seorang pekerja mengenakan pakaian pelindung (hazmat) dan masker mengepel lantai di Masjid Hajjah Fatimah di Singapura, Jumat (13/3). Singapura membuka ruang shalat terbatas untuk jamaah pekerja di sejumlah masjid terkait wabah corona. - (AP Photo/Ee Ming Toh)

Untuk mendukung upaya tersebut, Dewan Agama Islam Singapura (MUIS) juga mengeluarkan aturan. Dalam pernyataannya, MUIS membatasi kegiatan tarawih dan kegiatan Ramadhan didorong untuk dilakukan di rumah.

Alhasil, berbagai masjid hingga pasar Ramadhan dan pernak-pernik khas ramadhan seperti lampu geylang juga ditiadakan operasionalnya.  Salah satu yang meniadakan kegiatan ramadhannya adalah Masjid Al-Istighfar di Pasir Ris. Menurut ketuaDKM-nya Azman Mohd Ariffin (57), pada bulan puasa lalu, jamaah yang datang bisa mencapai seribu orang setiap harinya.

Bahkan, kegiatan buka puasa bersama juga diikuti oleh banyak orang di malam harinya, hingga kemudian disusul kegiatan sholat tarawih dan mendengarkan ceramah. Dia tak menyangkal, telah menyiapkan waktu beberapa bulan sebelum Ramadhan untuk penyambutan dan pelaksanaanya. Dia menambahkan, hal itu juga dilakukan setiap tahun.

Bahkan, untuk 2020/1441 H ini, persiapan Ramadhan telah dilakukan sejak September lalu. Dia mengumpulkan relawan dan katering termasuk para imam serta khatib untuk kegiatan Ramadhan.

Suasana Ramadhan di Arab Street, Singapura. - (Arabnews.com)

Aral melintang, pengumuman MUIS terkait penutupan masjid dan pasar Ramadhan pada 24 Maret lalu, mengubur kesempatan yang telah dipersiapkannya itu. Ia memang menerima hal tersebut, terlebih demi kebaikan dan keselamatan bersama.

"Awalnya, beberapa sukarelawan bertanya mengapa masjid harus ditutup, tetapi kami menjelaskan kepada mereka ini dilakukan dengan i'tikad baik," ucap Azman.

Dia menambahkan, imbauan melakukan ibadah di rumah akan dilakukan. Ia beranggapan, dengan melakukan hal tersebut, ada banyak kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga dan tetap fokus beribadah saat Ramadhan.

"Bagian yang sulit adalah kita tidak bisa bertemu untuk merencanakan, jadi kita menggunakan Zoom. Ini tantangan yang berbeda, tapi bagus kita dipaksa merangkul teknologi," ungkap dia.

Serupa dengan masjid, pasar Ramadhan juga diputuskan untuk berpindah ke daring. Memang, ada sebagian warga yang belum mengerti cara melakukannya, meski banyak yang sudah paham.

Alfi Muswaadi Appathi (29) yang merupakan warga Singapura dan kerap kali berkunjung ke bazar Ramadhan di Geylang merasa asing sekaligus kehilangan. Sebab, agenda rutin tahunan itu memang menjadi tempat berkumpul teman dan keluarga setiap tahunnya.

Ia tak menampik, memang ada cara untuk berbelanja daring. Akan tetapi, berkumpul dan menikmati suasana pada saat berbuka puasa menjadi hal nikmat baginya.
 
"Itu adalah perasaan nostalgia," katanya.

Dia menegaskan, meski acara tersebut sangat ditunggu-tunggu oleh kebanyakan warga, membatasi interaksi dan fokus mengutamakan ibadah daripada kegiatan lainnya, ia nilai menjadi yang utama.

“Lagi pula seharusnya memang seperti itu,” katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler