RUU Pemilu Atur Keserentakan Pemilu dalam Satu Rezim

Keserentakan antara pemilu lokal dan nasional atau eksekutif-legislatif.

Republika/Mimi Kartika
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung
Rep: Mimi Kartika Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) akan disusun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi terkait keserentakan pemilu. RUU Pemilu juga akan menggabungkan aturan pemilihan presiden, pemilihan legislatif, dan pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam satu rezim pemilu.

Baca Juga


"Karena memang satu rezim jadi nanti ada dua kan, kalau bicara soal keserentakan pemilu, nah itu nanti ada dua antara pilihannya, pemilu lokal dan nasional atau eksekutif-legislatif," ujar Doli saat dihubungi Republika.co.id, Senin (20/4).

Putusan MK yang dimaksud nomor 55/PUU-XVII/2019, amar putusannya menyebutkan beberapa alternatif desain pemilu serentak. Salah satunya, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden. Beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Wali Kota.

Sepanjang desain pemilu tidak memisahkan antara pemilihan presiden/wakil presiden, pemilihan anggota DPR, dan DPD. Doli mengatakan, draf RUU Pemilu ini masih berada di tim Komisi II dan Badan Keahlian DPR (BKD). 

Sementara, BKD baru akan mempresentasikan draf RUU tersebut kepada pimpinan Komisi II DPR RI pada Rabu (22/4) mendatang. Kemudian, Komisi II akan menggelar rapat internal untuk menyepakati hal-hal yang menjadi usulan Komisi II dalam draf RUU Pemilu.

"Draf itu baru diselesaikan oleh tim yang dibentuk oleh Komisi II bersama BKD. Nah baru selesai seminggu yang lalu, nah rencana besok hari Rabu mereka akan presentasi ke kami kepada pimpinan di Komisi II," kata Doli.

Selanjutnya, pimpinan DPR RI akan menggelar rapat badan musyawarah (bamus) untuk menentukan apakah RUU pemilu dibahas dengan membentuk panitia khusus (pansus) atau dikembalikan ke Komisi II. Ia berharap, pembahasan RUU Pemilu selesai pada awal atau pertengahan 2021.

"Jadi itu tergantung pimpinan, kalau kami berharap itu prosesnya bisa cepat karena kan kami punya target awal 2021 undang-undang ini kalau bisa sudah selesai bahkan bersama dengan tujuh/lima paket undang-undang yang lain," tutur Doli.

UU yang akan dibahas bersama antara lain UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MPR, DPR, dan DPD (MD2), UU Pemerintahan Daerah, UU Pemerintahan Desa, UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan UU DPRD. Beberapa UU ini akan dibahas secara bersamaan paling lambat awal 2021 agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi aturan yang saling berkaitan.

"Undang-undang pemilu ini menjadi entry point saja untuk memulai pembahasan dan sinkronisasi dengan undang-undang, lima undang-undang yang lain. Mudah-mudahan kalau misalnya kita bisa cepat menyelesaikan RUU Pemilu ini mungkin di awal atau pertengahan 2021 sudah bersama dengan undang-undang yang lain," jelas Doli.

Selain itu, draf RUU Pemilu juga akan membicarakan tentang sistem pemilu, Komisi II akan menyepakati sistem pemilu tetap terbuka atau menyetujui adanya usulan sistem pemilu tertutup. Kemudian, ada juga bahasan terkait parliamentary threshold atau ambang batas parlemen.

Lalu, ada pula bahasan soal district magnitude atau besaran daerah pemilihan adalah jumlah wakil yang akan dipilih dari satu daerah pemilihan. Beberapa poin ini akan dibahas dengan terlebih dahulu disepakati dan tercantum dalam draf RUU Pemilu usulan Komisi II DPR RI.

Revisi UU Pemilu menjadi inisiatif DPR RI. RUU Pemilu juga masuk prioritas program legislasi nasional (prolegnas) 2020. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler