Senator: Penundaan Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan Tepat
Senator mendukung penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan pada RUU Cipta Kerja.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) RI Fahira Idris mengatakan, klaster ketenagakerjaan butuh masukan banyak pihak, termasuk dari berbagai komunitas masyarakat. Proses menjaring aspirasi ini tidak akan mungkin maksimal di tengah pandemi Covid 19 yang sangat membatasi ruang gerak masyarakat. Maka ia menganggap penundaan pembahasannya merupakan langkah yang tepat.
Menurut Fahira, strategi pembahasan RUU yang dianggap kontroversi dan mendapat sorotan tajam cuma satu. Yaitu membuka ruang seluas-luasnya bagi publik utuk berpartisipasi, berdiskusi, dan mengikuti semua prosesnya secara transparan. Sehingga strategi tersebut yang harus ditempuh Pemerintah dan DPR dalam pembahasan RUU Cipta Kerja.
"Makanya keputusan menunda klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja adalah langkah yang tepat dan bijak," ujar Fahira Idris, dalam pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Sabtu (25/4).
Lanjut Fahira, keputusan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini juga akan meringankan beban pikiran masyarakat, terutama buruh dan para pekerja. Masyarakat akan bisa lebih fokus menjalankan berbagai protokol kesehatan Covid 19 tanpa harus khawatir dengan pasal-pasal klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja yang dinilai merugikan pekerja terus dibahas bahkan disahkan.
Fahira juga berharap, penundaan ini dapat dijadikan kesempatan bagi Pemerintah, DPR, dan masyarakat untuk lebih mendalami pasal-pasal klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja, termasuk formulasi solusi dari pasal-pasal yang dianggap kontroversial. Lanjutnya, penundaan ini membuat kita semua, terutama Pemerintah dan DPR RI untuk lebih fokus bergerak bersama memutus rantai penyebaran Covid 19.
"Semakin banyak energi dan sumber daya yang kita kerahkan, semakin cepat wabah ini bisa kita lewati. Dengan begitu, agenda-agenda penting bangsa ini bisa segera kita lanjutkan kembali," tutup Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.