Ramadhan di Rumah, Orang Tua Mendalami Perkembangan Anak
Ada hikmah Ramadhan tahun ini lebih sering di rumah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Ulfah Mashfufah menyampaikan, ada hikmah di balik keadaan pandemi wabah Covid-19 seperti sekarang ini. Hikmahnya adalah meningkatkan intensitas dan kualitas pertemuan bersama anggota keluarga. Kalangan orang tua bisa lebih mendalami perkembangan anak, baik itu sikap, perilaku dan lainnya.
"Dengan begitu bisa dibenahi dan bisa dikoreksi oleh orang tua. Jadi semua ini ada hikmahnya, orang tua bisa lebih dekat dengan anak. Anak bisa lebih mendapat perhatian dari orang tua. Apalagi di bulan suci Ramadhan," kata dia kepada Republika belum lama ini.
Menurut Ulfah, rumah harus dijadikan seperti pondok pesantren. Ini pula yang menjadi pesan Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa bahwa selain rumah sebagai pesantren, para orang tua juga harus menjadi panutan bagi anaknya.
"Jadikanlah rumah kita sebagai pesantren untuk anak-anak kita dan diri kita semua. Mungkin bisa dilakukan kajian-kajian keagamaan secara bersama-sama. Sehingga Ramadhan ini bisa lebih intensif dinikmati bersama di rumah, meningkatkan kedekatan antaranggota keluarga," tutur dia.
Kajian keagamaan di rumah tersebut, lanjut Ulfah, bisa digelar secara bersama-sama melalui tayangan daring. Tayangan itu ditonton bersama-sama dan setelah itu dibahas atau didiskusikan bersama anak-anak yang sudah menginjak usia remaja. Dia menilai, orang tua selama di rumah harus memanfaatkan waktunya untuk mendidik anaknya semaksimal mungkin, khususnya pada bulan Ramadhan ini.
"Misalnya mulai dari pagi, dibiasakan shalat tahajud bareng, lalu tadarus sedikit bersama-sama menjelang waktu Sahur, kemudian habis Subuh tadarus sebentar sampai menjelang sholat Dhuha, sholat Dhuha bareng," jelasnya.
Ulfah menyarankan kepada para orang tua untuk membuat jadwal kegiatan yang harus dilakukan bersama anak-anak. Jadwal ini perlu ditentukan bersama sang anak. Sehingga nantinya masing-masing punya rasa tanggungjawab untuk mengerjakan. Jadwal tersebut tidak perlu sampai rigid tetapi yang terpenting ada pembagian waktu secara seimbang untuk kegiatan tertentu.
"Paling tidak, ada waktu untuk melakukan kajian keagamaan bersama, menonton bersama kajian keagamaan secara daring, bermain bersama, disesuaikan saja dengan usia anaknya," ujar dia.
Misalnya untuk anak usia 4-5 tahun, itu bisa sambil bermain atau bernyanyi dengan lagu bernuansa keagamaan atau lagu anak-anak. Hal lain tanpa harus terhubung dengan jaringan daring yaitu dengan membaca buku bersama seperti buku sejaran Nabi Muhammad SAW. Penceritaannya pun harus disajikan secara menarik.
"Ceritanya mungkin lebih ekspresif, dan dibaca bareng-bareng misalnya. Kalau di pesantren kan punya jadwal sendiri, ada guru tentang akhlak, akidah, fiqih, nah sama, kita juga buat begitu di rumah dengan bahasa yang berbeda," imbuhnya.