Imam At-Tirmidzi: Ulama Pengintegrasi Hadis dan Fikih

Imam At-Tirmidzi adalah satu dari enam ulama hadis terkemuka

Blogspot.com
Hadist (ilustrasi): Imam At-Tirmidzi: Ulama Pengintegrasi Hadis dan Fikih
Rep: Nidya Zuraya/Syahrudin Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Nidya Zuraya, Syahrudin El-Fikri


 

Menurut sebagian ulama, Imam At-Tirmidzi adalah orang pertama yang mengelompokkan hadis dalam kategori hasan, di antara sahih dan dhaif.

Imam At-Tirmidzi adalah satu dari enam ulama hadis terkemuka. Nama besarnya mengacu kepada tempat kelahirannya, yaitu Turmudz, sebuah kota kecil di bagian utara Iran. Sedangkan, nama lengkap pemberian orang tuanya adalah Muhammad bin Isa bin Saurah bin Adh-Dhahak As-Salami Al-Bughi. Ia sering dipanggil Abu Isa.

Lahir pada bulan Zulhijjah tahun 209 Hijrah, yaitu kira-kira 15 tahun setelah kelahiran Imam Bukhari dan tiga tahun setelah kelahiran Imam Muslim. Diceritakan bahwa dia dilahirkan dalam keadaan buta.

Versi lain menyebutkan bahwa dia mengalami kebutaan ketika usia sudah tua karena terlalu banyak menangis sebab takut kepada Allah. Namun, mayoritas ulama sepakat bahwa At-Tirmidzi tidak buta sejak lahir, melainkan musibah itu datang belakangan. 

Yusuf bin Ahmad al-Baghdadi menuturkan, ''Abu Isa mengalami kebutaan pada masa menjelang akhir usianya.''

Semenjak kecil, At-Tirmidzi sudah gemar mempelajari berbagai disiplin ilmu keislaman, termasuk ilmu hadis. Ia mulai mempelajari ilmu hadis ketika berumur 20 tahun di sejumlah kota-kota besar di wilayah kekuasaan Islam saat itu, di antaranya adalah Kota Khurasan, Bashrah, Kufah, Wasith, Baghdad, Makkah, Madinah, Ray, Mesir, dan Syam. 

Kecenderungannya kepada ilmu hadis bermula setelah membaca karangan Imam Syafii yang menerangkan cara mengambil dalil dari hadis dan menggunakannya sebagai hujjah untuk memutuskan hukum-hukum yang perlu kepada ijtihad ulama.

Dalam lawatannya ke berbagai kota tersebut, At-Tirmidzi banyak mengunjungi ulama-ulama besar untuk mendengar hadis yang kemudian dihafal dan dicatat. Lalu, dikumpulkan dalam sebuah kitab yang tersusun secara sistematis.

Ia tak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya secara efektif. Selama pengembaraannya, dia belajar dari banyak guru. Di antaranya adalah Ziyad bin Yahya al-Hassani (wafat 254 H), Abbas bin Abd al-`Adhim al-Anbari (w 246), Abu Said al-Asyaj Abdullah bin Said al-Kindi (w 257), Abu Hafsh Amr bin Ali al-Fallas (w 249), Ya`qub bin Ibrahim al-Dauraqi (w 252), Muhammad bin Ma`mar al-Qoisi al-Bahrani (w 256), dan Nashr bin Ali al-Jahdhami (w 250 H).

Para ulama di atas, selain tercatat sebagai guru-guru Imam At-Tirmidzi, juga merupakan guru dari Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasai, dan Ibn Majah. Selain berguru kepada sembilan guru di atas, Imam At-Tirmidzi juga belajar kepada Imam Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud.

Kuat hafalan

Imam At-Tirmidzi merupakan figur yang cerdas, tangkas, dapat dipercaya, saleh, dan takwa. Penguasaannya dalam ilmu hadis diakui oleh para ulama yang hidup sesudahnya. 

Dia juga dikenal sebagai seorang penghafal yang kuat di luar kepala sehingga menjadi rujukan dalam hafalan dan keakuratan mempelajari hadis, fikih, dan ilmu-ilmu lainnya.

Al-Hakim mengatakan, ''Saya pernah mendengar Umar bin Alak mengomentari pribadi At-Tirmidzi sebagai berikut. Kematian Imam Bukhari tidak meninggalkan muridnya yang lebih pandai di Khurasan selain daripada Abu Isa At-Tirmidzi dalam hal luas ilmunya dan hafalannya.''

Diberitakan, kendati sudah berusia lanjut, ia masih suka menulis dan meneliti hadis. Ia menyusun kitab Sunan Tirmidzi, Asma Ash-Shahabah, Asma Al-Kuma, Al-'Ilal, Az-Zuhd, dan At-Tarikh. Karyanya yang mashyur adalah Kitab Al-Jami' (Jami' At-Tirmidzi). Ia juga termasuk salah satu penyusun Al-Kutub As-Sittah (enam kitab pokok di bidang hadis karya enam ulama--Red).

Ia meriwayatkan hadis dari Qutaibah bin Said, Ibnu Rahawaih, Az-Zuhri, Al-Fazarry, Al-Jamahi, Al-Bukhari, Al-Marwazi, An-Nasafi, Ibnu Hibban Bahili, dan Ibnu Mahbub. Ibnu Hibban berkata, ''Abu Isa adalah seorang pengoleksi hadis, pengarang, penghafal, dan pemerhati.'' 

Sebelum munculnya Imam At-Tirmidzi, kualifikasi hadis hanya terbagi menjadi hadis sahih (hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat hafalannya--Red) dan hadis dhaif (hadis yang antara lain diterima dari rawi yang mempunyai daya ingat lemah dan periwayatannya harus ditinggalkan--Red).

Dari sini, Imam At-Tirmidzi mempunyai pemikiran untuk mengelompokkan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang standar hafalannya di bawah rawi hadis sahih, namun masih unggul dibanding rawi hadis dhaif, yaitu tingkat hasan.

Peran Imam At-Tirmidzi yang juga sangat penting adalah penyatuan antara paradigma hadis dan fikih dalam satu kitab. Hal serupa belum pernah dilakukan oleh ulama hadis yang hidup sebelumnya, Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. 

Kedua ulama hadis ini tidak menjadikan kitabnya sebagai ajang perbandingan antara berbagai mazhab fikih. Berbeda dengan Imam At-Tirmidzi yang mengintegrasikan antara hadis dan fikih. Hal inilah yang menjadi keistimewaan sekaligus pembeda antara kitab Jami' At-Tirmidzi dengan kitab-kitab hadis yang lain.

Tutup usia

Ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai kapan tepatnya Imam At-Tirmidzi meninggal dunia. Al-Sam'ani dalam kitabnya Al-Ansab menuturkan bahwa beliau wafat di Desa Bugh, Turmudz, pada tahun 275 H. 

Pendapat ini diikuti oleh Ibn Khallikan. Sementara itu, yang lain mengatakan, At-Timridzi wafat pada tahun 277 H.

Ada pula pendapat yang mengungkapkan, sebagaimana dinukil oleh Al-Hafidh al-Mizzi dalam Al-Tahdzib dari al-Hafidh Abu al-Abbas Ja'far bin Muhammad bin al-Mu'taz al-Mustaghfiri, mengatakan, ''Abu Isa At-Tirmidzi wafat di daerah Turmudz pada malam Senin, 13 Rajab 279 H. Ia wafat pada usia 70 tahun dan dimakamkan di Uzbekistan.” Pendapat terakhir inilah yang banyak diyakini kebenarannya.

 

 

Kitab Al-Jami': Karya Sang Imam

Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam At-Tirmidzi yang terbesar dan menjadi salah satu rujukan utama. Kitab ini terkenal dengan nama Jami' At-Tirmidzi yang dinisbatkan kepada penulisnya yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmizi. Namun, kitab ini lebih dikenal dengan nama pertama.

Setelah selesai menyusun kitab ini, At-Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan mereka senang serta menerimanya dengan baik. 

Ia menerangkan, ''Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak, dan Khurasan. Mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada nabi yang selalu berbicara.''

Imam At-Tirmidzi dalam kitab Al-Jami' tidak hanya meriwayatkan hadis sahih semata, tetapi juga meriwayatkan hadis-hadis hasan, dhaif, garib, dan muallal dengan menerangkan kelemahannya.

Dalam kitabnya itu, ia tidak meriwayatkan, kecuali hadis-hadis yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh para ahli fikih. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. 

Oleh karena itu, ia meriwayatkan semua hadis yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu sahih maupun tidak sahih. Namun, ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadis.

Diriwayatkan, ia pernah berkata, ''Semua hadis yang terdapat dalam kitab ini dapat diamalkan.'' Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu hadis menggunakannya sebagai pegangan, kecuali dua buah hadis. 

Hadis pertama, ''Sesungguhnya, Rasulullah SAW menjamak shalat Zuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab takut dan dalam perjalanan.” Hadis kedua, ''Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia.''

Menurut ijmak (kesepakatan) ulama, kedua hadis tersebut adalah mansukh (ditiadakan). Sedangkan, mengenai shalat jamak dalam hadis di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. 

Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan shalat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fikih dan ahli hadis juga Ibnu Munzir.

Hadis-hadis dhaif dan mungkar yang terdapat dalam kitab ini pada umumnya hanya menyangkut fadla`il al-a'mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadis semacam ini lebih longgar dibandingkan persyaratan bagi hadis-hadis tentang halal dan haram.

Kitab Jami' At-Tirmidzi juga selalu menampilkan perbandingan pendapat antarmazhab. Perbandingan ini selalu dibarengi tatkala ia menuliskan sebuah hadis. Bahkan, karena banyaknya memuat perbandingan fikih, kitab At-Tirmidzi ini nyaris terkesan sebagai kitab fikih, bukan kitab hadis.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler