Fraksi PKS Desak Pemerintah Batalkan Kenaikan Iuran BPJS
Secara hukum Perpres iuran BPJS Kesehatan bermasalah karena tumpang tindih
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto mendesak pemerintah membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 64/2020 yang menjadi dasar hukum kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Menurutnya Perpres tersebut dianggap tidak sesuai dengan amar putusan Mahkamah Agung (MA) No.7P/HUM/2020 yang membatalkan kebijakan kenaikan iuran BPJS sebelumnya.
"Secara hukum Perpres ini jelas bermasalah. Kedudukan Perpres ini tumpang tindih dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019 yang masih berlaku," kata Mulyanto, Kamis (14/5).
Putusan MA Nomor 7P/HUM/2020, kata Mulyanto, hanya membatalkan pasal 34, ayat 1 dan 2 karena bertentangan dengan peraturan di atasnya yaitu Pasal 2, Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 2, Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sementara pasal lain masih berlaku.
"Jadi kalau sekarang Pemerintah mengeluarkan Perpres baru yang isinya mengatur hal yang sama maka seolah ada tumpang tindih aturan hukum. Harusnya Pemerintah mengeluarkan Perpres sesuai putusan MA saja. Bukan membuat aturan baru yang membuat rakyat resah," tegas anggota komisi VII DPR tersebut.
Ia menganggap kebijakan Pemerintah yang kembali menaikan iuran BPJS Kesehatan tidak tepat dan akan semakin memberatkan hidup rakyat yang sekarang sedang dilanda pandemi Covid 19. Apalagi, Mulyanto menambahkan, di tengah masa darurat pandemi Covid 19 dan di saat kaum muslimin ingin khusuk mengoptimalkan ibadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan, pemerintah semestinya peka dan peduli dengan kondisi ekonomi masyarakat.
"Setop wacana kenaikan BPJS. Dimana nurani Pemerintah terhadap rakyatnya yang sedang menderita?" ungkapnya.