Cerita Muslim Jerman, Puasa Ramadhan dan Netflix

Muslim di Jerman menjaga diri mereka tetap di rumah di tengah pandemi.

Deutsche Welle/Christoph Strack
Cerita Muslim Jerman, Puasa Ramadhan dan Netflix. Sebuah hidangan berbuka puasa Ramadhan di salah satu keluarga Muslim di Jerman.
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pandemi virus corona telah memaksa umat Islam menyesuaikan diri dengan bagaimana cara mereka menjalani Ramadhan. Seperti umat Muslim di belahan dunia lainnya, Muslim di Jerman pun harus menerima keadaan menjalani Ramadhan yang berbeda tahun ini.

Baca Juga


Cerita bagaimana Muslim di Jerman menjalani Ramadhan di tengah pandemi ini ditulis oleh seorang wartawan situs berita Jerman DW, Christoph Strack. Ia bergabung dengan sebuah keluarga Muslim di Berlin dalam sebuah acara buka puasa.

Strack ikut berbuka puasa dengan keluarga Suleyman Bag di Berlin. Hidangan masakan yang disajikan diungkapkannya memang sederhana, namun lezat. Seperti halnya berbagai pertemuan sosial dan keagamaan di Jerman, iftar (buka puasa) kali ini juga terasa berbeda bagi keluarga Bag.

Dalam percakapan antara Strack dan keluarga Muslim tersebut, sang ayah, Bag, mengatakan merayakan iftar dengan keluarga begitu penting. Biasanya, momen iftar adalah kesempatan bertemu orang-orang.

Biasanya, Bag mengatakan keluarga akan kedatangan tamu untuk berbuka puasa bersama setidaknya sekali dalam sepekan. Pada waktu berbuka puasa lainnya, mereka akan diundang berbuka puasa dengan teman-teman.

"Satu atau dua malam kemudian mereka akan mengunjungi pusat komunitas atau kegiatan buka puasa bersama. Sayangnya, tidak ada yang terjadi pada tahun ini," kata pria berusia 52 tahun itu, dilansir di Deutsche Welle, Kamis (14/5).

Tradisi berbuka puasa di saat wabah Covid-19 melanda diakui Bag sangat menyedihkan. Sebab, karena kondisi seperti ini mereka tidak bisa mengundang tamu. Namun, di sisi lain, menurutnya, mereka memiliki keluarga sehingga, orang-orang bisa merasakan kebersamaan di tengah kesendirian.

"Mungkin kita akan menyimpan kenangan istimewa tentang hidangan berbuka puasa ini. Anda satu-satunya tamu kami selama empat pekan ini," kata Bag kepada Strack.

Tahun ini, Suleyman Bag, istrinya Lutfiye, putra mereka Selim (20 tahun) dan Enes (21), serta putrinya Rumeysa (25), menghabiskan hampir sepanjang hari di rumah setiap hari. Bahkan, mereka tidak bisa pergi ke masjid seperti biasanya.

Keluarga Bag lantas menceritakan tentang rutinitas puasa mereka kepada Strack. Enes menceritakan, mereka bangun untuk sahur dan tidak lama setelah pukul 03.00 dini hari, mereka melaksanakan sholat subuh, kemudian kembali tidur sebentar. Selanjutnya, mereka berpuasa dari mulai waktu subuh hingga terbenam matahari di waktu magrib.

 

 

Bag mengatakan, Islam memang mencakup filsafat puasa yang sukarela yang dapat ditelusuri kembali ke Nabi Muhammad SAW. Seperti semua Muslim yang taat, Bag bahkan mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan berpuasa sebelumnya.

Ia mengutip ucapan seorang cendekiawan yang berbunyi, "Jika perutmu kosong, hatimu lembut."

Kepada Strack, Bag mengungkapkan ia dulunya merupakan seorang penambang, kemudian menjadi jurnalis. Kini, ia bekerja di kantor koperasi sebuah TK. Saat ditanya dari mana asalnya, Bag selalu menjawab "Gelsenkirchen". Bag pindah dari Turki ke kota di Lembah Ruhr bersama orang tuanya ketika ia baru berusia tujuh tahun.

Bag tinggal di kota industri itu dan mengenyam pendidikan sekolah di sana. Seperti banyak orang di kawasan itu, ia juga bekerja di tambang.

Bag tampak sedih ketika ia berbicara tentang orang tuanya. Bag mengungkapkan betapa ia mengkhawatirkan ayahnya yang berusia 74 tahun, yang harus menjalani cuci darah tiga kali sepekan. Karena pasien lain terinfeksi virus corona, ayah Bag harus dikarantina.

Masjid Duisburg di Jerman.
 
"Kami sangat khawatir tentang dia," ujar Bag.

Sementara itu, istri Bag datang ke Jerman pada 1989 dan belum bisa menguasai bahasa Jerman. Tiga anaknya belajar di universitas atau mengikuti pelatihan profesional perguruan tinggi.

Rumeysa, yang mengenakan jilbab seperti ibunya, kini tengah menjalani pendidikan di Freie Universität Berlin untuk mendapatkan gelar master dalam Studi Islam. Rumeysa tengah mempertimbangkan mengambil gelar doktor.

Sedangkan salah satu saudara lelakinya tengah menjalani pelatihan menjadi guru sekolah TK dan yang lainnya tengah belajar bahasa Jerman dan Sejarah di perguruan tinggi pelatihan guru. Percakapan antara jurnalis DW dan keluarga Bag ini menjadi lebih santai tatkala waktu buka tiba.

Strack bertanya anak-anak Bag yang mana yang suka menonton tayangan di Netflix. Satu-per satu dari ketiga anak Bag itu mengangkat tangan mereka.

 

Sang ayah melantunkan adzan sebelum waktu berbuka tiba di waktu magrib pada pukul 20.56 waktu setempat. Kemudian, Bag memimpin sholat berjamaah bersama keluarganya.

Berbagai langkah pencegahan virus corona telah memicu aksi protes dari banyak orang yang turun ke jalan di Jerman. Namun, tidak ada keberatan akan langkah pencegahan itu dari lebih dari 4,5 juta Muslim Jerman.

Baru-baru ini, masjid-masjid di Jerman telah diizinkan dibuka kembali untuk sholat di bawah aturan yang ketat. Namun bagi sebagian besar Muslim, pembatasan membuat kunjungan ke masjid tidak mungkin dilakukan.

Pembicaraan dengan keluarga Bag di Berlin utara ini kemudian beralih ke sebuah masjid di Berlin selatan, tempat ratusan Muslim berkumpul pada awal Ramadhan untuk menentang instruksi pemerintah. Insiden itu menjadi satu-satunya yang terjadi di masjid di Berlin. Selim, putra bungsu Bag, kemudian menimpali.

"Anda harus mengerti itu. Karena penutupan masjid, pihak berwenang mengizinkan adzan disiarkan melalui pengeras suara untuk pertama kalinya. Orang-orang Muslim di sana membiarkan hal itu terjadi. Tetepi kemudian mereka kembali tenang," kata Selim.

Papan digital menyerukan kepada orang-orang untuk menjaga jarak sosial di Dresden, Jerman. Pemerintah Jerman dan pihak berwenang setempat sedang meningkatkan langkah-langkah untuk membendung penyebaran coronavirus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 - (EPA)
 
Pekan lalu, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier menyampaikan terima kasihnya kepada gereja dan komunitas agama atas bantuan mereka dalam mengatasi krisis virus corona. Ia mengakui mereka bertindak secara bertanggung jawab dan hati-hati sejak awal.

Namun, kata-katanya itu dinilai kontras dengan tajuk utama yang diterbitkan sepekan sebelumnya oleh harian Bild, yang bertuliskan "Gereja Ditutup karena Takut akan Kekacauan Ramadhan."

Beberapa pemimpin sayap kanan menangkap desas-desus itu. Namun komunitas Muslim tetap tenang.

Sementara layanan digital tengah booming, Muslim memanfaatkan itu untuk sholat Jumat, khutbah, dan ceramah. Sekretaris Jenderal Dewan Pusat Muslim di Jerman, Abdassamad El Yazidi, juga memuji rasa disiplin Muslim di negara itu. Ia berharap mayoritas Muslim di Negeri Hitler tersebut mematuhi pedoman kesehatan di tengah pandemi Covid-19 ini.

"Tapi saya bahkan terkejut dengan betapa tertibnya segalanya. Mereka sadar akan tanggung jawab mereka dan menganggapnya serius," kata Yazidi.

Sumber: https://www.dw.com/en/fasting-and-netflix-ramadan-in-times-of-coronavirus/a-53427128

 

sumber : https://www.dw.com/en/fasting-and-netflix-ramadan-in-times-of-coronavirus/a-53427128
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler