Opini Media: Iran Mimpi Pimpin Dunia Islam dan akan Terwujud
Iran berambisi kuat untuk menjadi pemimpin dunia Islam.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Setiap tahunnya, orang Iran mendedikasikan hari khusus untuk Israel. Hari itu disebut sebagai Hari Al Quds, atau nama lainnya Hari Hancurkan Israel.
Seorang komentator politik, Micah D Halpern, dalam artikelnya yang diunggah The Jerussalem Post menyebutkan, rasa benci terhadap Israel memberikan Iran sebuah tujuan besar. Kepemimpinan Iran saat ini memiliki visi ingin menjadi pemimpin seluruh Muslim di dunia.
Pembawa acara peogram Thinking Out Loud di JBS TV ini menyebut, Iran ingin semua pengikut Muslim Sunni di dunia mengikuti jejak mereka. Fakta bahwa Iran adalah negara Syiah dan mayoritas Muslim dunia lainnya adalah Sunni, ini adalah mimpi yang sangat besar.
"Membuat Sunni menerima kepemimpinan Iran, hampir mustahil. Mengingat sejarah, perpecahan, serta perbedaan penting dan mendasar di antara mereka," tulis Micah dikutip di The Jerussalem Post, Selasa (26/5).
Meski demikian, Iran optimis jika mereka memiliki tujuan yang sama, terlebih musuh yang sama, maka ada kemungkinan Sunni akan sejalan dengan mereka. Bersamaan dengan itu, tujuan Iran memimpin Muslim dunia akan terlaksana.
Israel dianggap memegang peranan penting di sini. Iran dan dunia Arab membenci negara tersebut. Keduanya memiliki keinginan menghancurkan Israel.
Kebencian dan keinginan untuk menghancurkan Israel menjadi hal yang menghubungkan Iran dengan seluruh dunia Arab. Kebencian ini dinilai lebih kuat dari semua partikel yang membedakan mereka. Rasa benci ini, dinilai menjadi harapan Iran, kendaraan yang akan mendorong mereka pada kekuasaan.
"Untuk itu, kepemimpinan Iran mempromosikan program anti-Israel. Hari Al Quds adalah salah satu program mereka yang paling menonjol dan menjanjikan," lanjut Micah.
Program ini membawa Iran menghadapi dunia Arab secara langsung. Dan untuk mendukung agenda tersebut, seluruh materi yang berkaitan dengan Hari Al Quds juga diterbitkan dalam bahasa Arab, selain bahasa asli Iran, Persia.
Iran Al Quds Day tahun ini berjalan di tengah-tengah kebijakan pembatasan dan jaga jarak sosial akibat Covid-19. Korps Pengawal Revolusi Islam mengorganisir aksi unjuk rasa di ratusan kota besar dan kecil di seluruh Iran.
Proses unjuk rasa dilakukan dengan membawa mobil. Ada juga aksi unjuk rasa virtual dan pidato daring di setiap kota. Orang-orang Iran yang berada di rumah karena aturan tinggal di rumah, masih bisa menunjukkan kebencian mereka dan berpartisipasi dalam hari istimewa ini.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei lantas menambahkan sentuhan baru untuk perayaan hari itu. Dia menugaskan pemasangan poster di situs webnya, yang kemudian disebarluaskan secra daring dan digantung di seluruh negeri. Poster itu berbunyi, "Palestina akan bebas. Solusi terakhir. Perlawanan adalah referendum".
Poster itu dapat dilihat di layar depan situs web Ayatollah. Pesan tersebut ditulis dalam bahasa Farsi, bahasa Arab serta bahasa Inggris. Solusi terakhir atau The final solution adalah referensi untuk Hitler dan Holocaust. Ini bukan pertama kalinya Iran mempermainkan referensi Holocaust.
Sebelumnya mereka telah mensponsori konferensi yang menolak Holocaust dan mengadakan kontes kartun yang mencakup penolakan Holocaust.
Kepemimpinan Iran tahu betul sejarah Holocaust yang menjadi bagian dari sejarah Eropa. Dengan menolak Holocaust dan berjanji untuk membunuh orang-orang Yahudi, baik Yahudi Israel atau semua orang Yahudi, Iran berharap mendapatkan semakin banyak dukungan untuk kepemimpinan mereka di seluruh dunia Arab.
Micah menyebut Iran saat ini sedang bekerja keras. Dengan cara yang sama ketika orang-orang cenderung berteriak lebih keras saat kehilangan argumen, kepemimpinan Iran meningkatkan retorika terhadap Israel.
Hal ini dilakukan setelah melihat banyak negara Arab yang secara tradisional dan historis membenci Israel, baru-baru ini berubah arah dan bersatu dengan AS serta Israel untuk melawan Iran.
"Iran meningkatkan kehadiran mereka secara virtual. Hal ini dilakukan meski ada keberatan dari sisi agama untuk menggunakan Internet dalam teologi fundamentalis mereka," tulis Micah.
Iran pada akhirnya belajar bahwa internet merupakan satu-satunya cara untuk menjangkau kaum muda di seluruh dunia. Belakangan, mereka juga mengetahui jika pemudi Iran banyak yang tidak sepaham dengan ide-ide kepemimpinan Iran.
Kepemimpinan Iran, menurut Micah, biasanya cenderung memikirkan semua sisi. Tapi hal tersebut tidak berlaku untuk sekarang, terutama dalam kasus ini. Kebencian terhadap Israel menjadi pemicu kemarahan mereka. Meski demikian, Micah menilai hal ini belum cukup untuk mendukung Iran menjadi pemimpin seluruh Muslim dunia.