Bisikan Hasan untuk Husain dan Misteri yang tak Terjawab

Hasan menyembunyikan identitas pelaku yang meracuni dirinya.

Dok Republika.co.id
Hasan menyembunyikan identitas pelaku yang meracuni dirinya. Ilustrasi Hasan cucu Rasulullah SAW.
Rep: Puti Almas Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pada 28 Safar 50 Hijriyah, Hasan meninggal dunia di Madinah, Arab Saudi karena diracun. Dalam kurun waktu 11 tahun setelahnya, tepatnya pada 10 Muharam 61 Hijriyah atau 10 Oktober 680 Masehi, Husain tewas di Karbala dalam sebuah pembantaian yang dilakukan rezim Yazid bin Muawiyah. 

Baca Juga


Akhir hayat dari dua cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW ini disebut tidak terlepas dari pertikaian dalam dunia Islam setelah Rasulullah dan tiga khalifah meninggal dunia. Hasan dan Husain memiliki cara atau pendekatan berbeda dalam menghadapi konflik yang terjadi.  

Para sejarawan mengatakan sikap Hasan lebih lembut dibandingkan Husain. Ia memilih menghindari peperangan dengan Muawiyah, demi persatuan umat Islam. 

Hasan dibaiat menjadi khalifah setelah sang ayah, Ali meninggal dunia yang dibunuh saat tengah berwudhu bersiap melaksanakan sholat subuh. Diangkatnya Hasan membuat Muawiyah geram, karena keturunan Umayyah tersebut telah melakukan pemberontakan, berambisi menduduki puncak pimpinan kaum Muslimin.  

Hasan yang sadar posisinya diincar Muawiyah yang berkedudukan di Damaskus, memilih menulis surat dan tidak menyerbu kekuatan oposisi. Dalam suratnya, ia mengatakan :

"Janganlah engkau terus-menerus terbenam di dalam kebatilan dan kesesatan. Bergabunglah dengan orang-orang yang telah menyatakan baiat kepadaku. Sebenarnya engkau telah mengetahui, bahwa aku lebih berhak menempati kedudukan sebagai pemimpin umat Islam. Lindungilah dirimu dari siksa Allah dan tinggalkanlah perbuatan durhaka. Hentikanlah pertumpahan darah, sudah cukup banyak darah mengalir yang harus kau pikul tanggungjawabnya di akhirat kelak. Nyatakanlah kesetiaanmu kepadaku dan janganlah engkau menuntut sesuatu yang bukan hakmu, demi kerukunan dan persatuan umat Islam,” tulis Hasan seperti dikutip dari buku Al-Husain bin Ali RA, Pahlawan Besar dan Kehidupan Islam pada Zamannya karya Al-Hamid Al-Husaini.  

Namun, Muawiyah menolak permintaan Hasan. Bahkan, Muawiyah menyiapkan ribuan pasukan perang yang hendak dibawa ke Kufah untuk menggempur kekuatan Hasan sebagai khalifah. Hasan kemudian memerintahkan setiap laki-laki Kufah yang mampu berperang untuk bersiap menghadapi ancaman tersebut. Sebuah dusun bernama Nukhailah dipilih Hasan sebagai markas pusat militer yang hendak melawan pasukan penyerbu dari Syam. 

Ilustrasi mengajarkan ilmu (Republika/Putra M. Akbar)

Namun, sejarah mencatat bahwa penduduk Kufah memperlakukan Hasan sebagaimana mereka bersikap kepada ayahnya, Ali bin Abi Thalib, yang justru tak menghiraukan seruan pemimpin yang mereka baiat sendiri.

Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba seseorang bangkit. Ia marah kepada penduduk Kufah, lalu berkata lantang:

“Kalian tahu, aku adalah Adi bin Hatim. Alangkah buruknya sikap yang kalian perlihatkan kepada seorang pemimpin yang telah kalian pilih dan kalian baiat sendiri. Tidakkah kalian dapat membuka mulut menyambut ajakan pemimpin kalian sendiri, seorang cucu Rasulullah? Manakah para ahli pidato dari kabilah Mudhar yang terkenal berlidah tajam itu? Mengapa dalam keadaan seperti sekarang ini mereka bungkam?” ucap Adi bin Hatim kepada penduduk Kufah yang tidak menyambut seruan Hasan.  

Adi bin Hatim adalah pemimpin suku at-Tha’iy yang sejak dulu tinggal di Kufah dan terkenal sebagai orator ulung. Ia masuk Islam pada 9 Hijriyah dan menjadi salah satu sahabat Rasulullah.  

“Ucapan Anda Hasan sudah kudengar dan seruan anda sudah kupahami. Dengan ini aku menyatakan ketaatan dan kesetiaan kepadamu, demi Allah. Mulai detik ini juga aku siap menjalankan perintah Anda, dan sekarang juga aku hendak berangkat ke Nukhailah tempat pemusatan pasukan anda,” sambungnya.  

Setelah itu dengan menunggang unta ia berangkat ke Nukhailah sendirian. Di pemusatan pasukan tersebut ia mendirikan tenda sendiri sambil menunggu para pengikutnya dari kabilah at-Tha’iy.

Sebagian penduduk Kufah, terutama kaum laki-laki yang fisiknya kuat untuk berperang, akhirnya menyambut seruan Hasan. Sementara sebagian yang lain kembali ke rumah masing-masing. 

Hasan mengangkat Ubaidillah bin Abbas sebagai pemimpin pasukan. Ia menyampaikan memberi kepercayaan untuk Ubaidillah memimpin 12 ribu pasukan Muslimin yang gagah berani.  

Namun, Ubaidillah ternyata berkhianat, setelah tergiur bujuk rayu Muawiyah yang menjanjikan akan memberi uang. Hal ini pun membuat semangat ribuan pasukan pendukung Hasan runtuh. 

Sementara orang-orang Muawiyah terus bergerak mengembuskan kabar-kabar bohong tentang para pemimpin pasukan lain yang diberitakan tewas. Hal ini membuat pasukan pendukung khalifah kian putus asa. Bahkan mereka akhirnya berbalik menyerang Hasan.  

 

Di titik inilah Hasan berpikir bahwa perang melawan Muawiyah tidak akan membawa manfaat jika mental pasukannya telah hancur dan sisa pendukungnya hanya akan menjadi bulan-bulanan musuh.  

Ia akhirnya memilih berdamai dengan Muawiyah dengan sejumlah kesepakatan yang salah satu isinya adalah menyerahkan kekhalifahan kepada putra Abu Sufyan tersebut. Keputusannya ini sempat membuat kecewa dan marah para pencinta keluarga Rasulullah (ahlul bait), salah satunya adalah Hujur bin Adi yang amat setia kepada ahlul bait.   

Setelah menyelesaikan segala urusan di Kufah, Hasan kemudian pergi ke Madinah. Sebelum berangkat, ia menyampaikan beberapa hal kepada penduduk Kufah yang masih mendukungnya.  

Hasan mengatakan bahwa Muawiyah telah merebut kekhalifahan yang menjadi haknya. Namun, ia lebih mengutamakan perdamaian agar dua kubu kaum Muslimin yang berseteru tidak lagi menumpahkan darah seperti masa-masa ke belakang saat sejumlah perang melumatkan jiwa-jiwa yang sejatinya bersaudara.  

Di Madinah, saat ia tidak lagi dalam pusaran ingar-bingar politik, Hasan tekun mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Ia juga giat mengajarkan ilmu agama kepada penduduk Madinah di Masjid Nabawi. Selain itu, ia juga rajin belajar kepada para sahabat kakeknya yang telah lanjut usia.  

Masjid Nabawi di Kota Madinah al-Munawarah lokasi Hasan cucu Rasulullah SAW mengajarkan ilmu - (Republika/Syahruddin El-Fikri)

Pada 28 Safar tahun 50 Hijriyah, atau sebelas tahun sebelum kelak adiknya meninggal di padang Karbala, Hasan wafat dalam usia 46. Beberapa saat sebelum mengembuskan nafasnya yang terakhir, Hasan berkata kepada Husein, adiknya. “Tiga kali aku pernah menderita keracunan, tetapi tidak sehebat yang kualami sekarang ini,” ujar Hasan.  

Husain bertanya kepada kakaknya siapakah kiranya yang telah meracuninya. Namun, dengan semangat persatuan Hasan menolak memberitahu orang yang telah meracuninya. 

Ia khawatir adiknya yang berkarakter lebih keras daripada dirinya akan menuntut balas sehingga akan terjadi pertumpahan darah sesama kaum Muslimin.  Dikutip buku "Al-Qur'an Dalam Pandangan Sahabat Nabi karya A Khalil Jumat disebutkan Hasan dan Husain adalah. tokoh pemuda ahli surga.

Sementara, dikutip buku Tanyalah Pada Ahlinya : Menjawab & Masalah Kontroversial karya Muhammad Tijani Samawi, Muslim telah meriwayatkan di dalam Shahih-nya bahwa Abdullah bin Salam telah dikabarkan oleh Rasulullah SAW dengan surga. Sahih pula dari beliau dalam sabdanya bahwa Hasan dan Husain adalah penghulu para pemuda penghuni surga, yang dijamin mendapatkan surga selain 10 orang sahabat Rasulullah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler