Makam Sultan Banten Selalu Bersandingan Dengan Ulama

Kompleks pemakaman Sultan Banten bersandingan dengan ulama.

ANTARA/Asep Fathulrahman
Makam Sultan Banten Selalu Bersandingan Dengan Ulama. Foto ilustrasi: Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di tempat ziarah Kompleks Makam Kesultanan Banten di Serang, Banten, Rabu (18/3/2020). .
Rep: Alkhaledi kurnialam Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG--Kesultanan Banten tercatat dalam sejarah menjadi kerajaan yang disegani, tidak hanya di tataran nusantara tapi juga di dunia internasional. Kerajaan yang didirikan pada 1552 oleh Sultan Maulana Hasanuddin ini bahkan mampu berjaya hampir tiga abad lamanya.

Banyak ahli sejarah hingga kini masih mempelajari setiap inchi jejak sejarah kesultanan Banten, dari rahasia keberhasilannya hingga alasan kejatuhannya. Namun ada sisi unik lain yang sejarawan ungkap dari penggalan sejarah kesultanan, yakni terkait bagaimana para Sultan dimakamkan.

Arkeolog yang juga kandidat doktor arkeologi Universitas Indonesia, Ghilman Assilmi menyebut adat dan kebiasaan sorang Sultan atau raja dimakamkan berbeda-beda di setiap daerah. Kebiasaan para Sultan di Banten yang dimakamkan bersandingan dengan ulama atau guru mengaji Sultan sendiri menjadi hal yang unik.

"Ada tiga kompleks besar pemakaman sultan, yaitu pemakaman Maulana Hasanuddin di pusat kesultanan, Sultan Maulana Yusuf di Kasunyatan dan Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir di Kenari. Maulana Yusuf dimakamkan jauh dari Surosowan (pusat kesultanan) tapi malah di Kasunyatan karena di situ dimakamkan juga guru agamanya," jelas Ghilman Assilmi saat menjadi pembicara di diskusi daring arkeologi Alquran di nusantara beberapa waktu lalu.

Hal sama juga terjadi di kompleks pemakaman Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir di Kenari, Kasemen, Kota Serang. Sultan Banten ke empat ini dimakamkan jauh dari pusat kesultanan dan disandingkan dengan ulama kala itu.

Kejadian serupa juga terjadi di kompleks pemakaman Sultan Banten pertama, Sultan Maulana Hasanuddin. Pendiri Kesultanan Banten ini juga dimakamkan berdampingan dengan para ulama, selain juga dengan kerabat keluarga.

"Di pusat kekuasaannya juga terjadi, jadi tidak hanya sultan saja. Di sana kan (makam Sultan Maulana Hasanudin) komoleks makam dibagi dua wilayahnya Utara dan Selatan, dari sumber sejarah mengatakan di situ tidak hanya sultan tapi juga kerabat dan ulama atau tokoh agama," ungkapnya.

Kebiasaan ini menurut Ghilmi merupakan langkah yang diambil dengan tujuan memberikan contoh dan teladan baik kepada masyarakat. "Bagaimana pemimpin di dunia tidak hanya jadi pemimpin bagi kaumnya, tapi juga memberikan contoh teladan kepada masyarakat," ungkapnya.

Ghilmi menjelaskan adat dan kebiasaan raja-raja di setiap daerah terkait cara pemakaman berbeda-beda. Ia mencontohkan ciri khas pemakaman di kerajaan lain seperti Cirebon yang memakamkan raja di bukit.

"Kalau kita bicara luas lagi, di Jawa seperti di Cirebon sultan dimakamkan jauh dari pusat kekuasaan, di satu bukit. Semakin tinggi bukit maka semakin tinggi statusnya dan ini terjadi juga di Jogja, Solo," katanya.

Namun juga menurutnya ada kebiasaan serupa Kesultanan Banten yakni di Palembang. Raja-raja di sana dikatakannya juga selain dimakamkan bersebelahan dengan permaisuri, di sisi lain disandingkan dengan ulama.

"Kalau ke Sumatera, Palembang itu makam sultan selalu di dampingnya selain permaisuri, disisi lain ulamanya atau guru agamanya," jelasnya.

Seperti diketahui, di bawah kepemimpinan para sultan, Banten terus mencapai kemajuan. Para Sultan Banten berhasil menjadikan daedahnya menjadi salah satu Bandar terbesar di Nusantara yang tidak hanya dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Nusantara, tetapi juga pedagang-pedagang dari luar negeri, seperti Gujarat, Persia, Cina, Turki, hungga Portugis.

Meski akhirnya Kesultanan Banten runtuh pada 1813, kerajaan dengan corak islam ini juga telah menyumbang besar dalam syiar islam ke berbagai daerah.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler