Wakil Ketua KPK: Nazaruddin adalah Whistleblower

KPK mengungkapkan Nazaruddin bukan justice collaborator tapi seorang whistleblower.

Republika/Raisan Al Farisi
Muhammad Nazaruddin
Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, M Nazaruddin tidak pernah diberikan status justice collaborator. Namun, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu adalah sebagai whistleblower.

Baca Juga


"KPK tidak pernah beri JC tetapi dalam beberapa pemeriksaan, KPK beri surat yang bersangkutan kerja samanya untuk membuka kasus yang lain. Kemudian dia bertindak bukan sebagai JC tetapi whistleblower," kata Alex di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/6).

Alex mengatakan kerja sama dengan Nazaruddin, salah satunya dalam penanganan kasus korupsi pengadaan paket penerapan KTP elektronik (KTP-el). "Seperti KTP-el, misalnya, itulah kami beri surat untuk KTP-el tetapi untuk kasus dia sendiri, KPK tidak pernah beri status sebagai JC," ujar Alex.

Sebelumnya, Komisioner KPK 2015-2019 Saut Situmorang juga membenarkan pimpinan KPK saat itu tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC kepada Nazaruddin. "Pada 9 Juni dan 21 Juni 2017, KPK menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M Nazaruddin (bukan JC) karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi," ucap Saut saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (18/6).

Untuk diketahui, Justice collaborator adalah pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum. "Jadi yang diberikan surat keterangan bekerja sama. Bedanya JC diberikan KPK saat proses hukum masih berjalan dan saat akan diputuskan oleh Majelis Hakim," ungkap Saut.

Sementara, kata dia, surat keterangan bekerja sama diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Untuk diketahui, Nazaruddin telah keluar dari Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung pada Minggu (14/6) setelah memperoleh hak cuti menjelang bebas.

Nazaruddin sebelumnya dalam perkara korupsi wisma atlet telah divonis penjara selama 7 tahun sedangkan perkara yang kedua, yaitu suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan vonis hukuman penjara selama 6 tahun. Untuk diketahui, dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2011 terdapat pedoman-pedoman yang harus ditaati dalam penanganan kasus yang melibatkan pelapor tindak pidana (whistleblower).

Pertama, yang bersangkutan merupakan pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya. Kedua, apabila pelapor tindak pidana dilaporkan pula oleh terlapor maka penanganan perkara atas laporan yang disampaikan oleh pelapor tindak pidana didahulukan dibanding laporan dari terlapor.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler