Ekspor China Melemah Saat Aktivitas Industri Meningkat
Aktivitas pabrik di China meningkat lebih cepat setelah pelonggaran pembatasan sosial
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Survei Caixin Insight mengungkapkan setelah pemerintah China melonggarkan sejumlah kebijakan pembatasan sosial. Aktivitas pabrik-pabrik di Negeri Tirai Bambu pada Juni meningkat lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya.
Namun, pandemi virus corona masih menekan angka ekspor dan lapangan pekerjaan. Caixin/Markit Manufacturing Purchasing Managers’ Index (PMI) pada Juni sebesar 51.2, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Di China, PMI digunakan untuk mengukur performa sektor pabrik dan berdasarkan survei 430 perusahaan. Aktivitas pabrik di China bulan lalu tumbuh paling cepat sejak bulan Desember. Para analisis sempat memprediksi PMI bulan Juni hanya sebesar 50.5.
Perekonomian China perlahan-lahan bangkit setelah mengalami kontraksi sebesar 6,8 persen pada kuartal pertama tahun ini, setelah sebagian wilayah di negara itu dibuka kembali usai diisolasi sejak awal tahun. Tapi permintaan tetap menyusut, karena banyak pabrik yang masih kesulitan goyangnya permintaan global. Sebagian besar pesanan dari luar negeri berkurang atau dibatalkan.
"Secara keseluruhan permintaan pabrik dengan cepat, tapi permintaan luar negeri masih menyeret," kata ekonom senior Caixin Insight Group Wang Zhe, Rabu (1/7).
Sejumlah mitra dagang China mulai melonggarkan kebijakan pembatasan sosial dan mendorong kembali perekonomian mereka. Tapi banyak yang masih dicengkram pandemi sementara meningkatnya jumlah kasus infeksi di seluruh dalam beberapa pekan terakhir ini memperdalam dan memperpanjang risiko resesi.
Ketika semakin banyak lapangan pekerjaan yang hilang, konsumen pun semakin hati-hati mengeluarkan pendapatan mereka. Selain itu, warga China juga khawatir gelombang kedua sebab muncul klaster-klaster wabah di sejumlah titik di Beijing.
PMI menunjukkan pesanan ekspor baru masih berada di wilayah kontraksi walaupun penurunan bulan Juni sudah mulai membaik bila dibandingkan Mei lalu. Pemerintah China menerapkan kebijakan untuk meringankan beban perusahaan-perusahaan yang terdampak pandemi dengan memotong kewajiban dana cadangan, mendorong pinjaman yang ditargetkan dan memotong pajak. Beijing juga mengeluarkan obligasi lokal dengan harapan dapat membantu pembangunan infrastruktur.
Walaupun permintaan dalam negeri meningkat, tapi karena prospek ke depan masih tidak pasti. Perusahaan-perusahaan memotong gaji karyawan mereka selama enam bulan berturut-turut.
Sementara, laju Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin hari semakin cepat. Pemerintah China menetapkan menghindari pengangguran massal menjadi prioritas utama mereka. Tahun ini, Negeri Tirai Bambu menargetkan untuk menciptakan 9 juta lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan.
"Kami harus tetap memperhatikan tekanan pada karyawan, pejabat tinggi telah berulang kali menekankan pentingnya memperluas jalur lapangan kerja, untuk beberapa waktu mendatang menciptakan lapangan kerja akan tetap menjadi tugas yang menantang," kata Wang.