Peneliti Ungkap Fakta tidak Ditemukan Daratan di Area SHGB Pagar Laut Tangerang

IOJI mencari fakta-fakta apakah wilayah itu dahulu daratan atau perairan.

Edwin Dwi Putranto/Republika
Lokasi pagar laut di perairan Pulau Cangkir, Kabupaten Tangerang, Jumnat (10/1/2025).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menyatakan, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, tidak ditemukan adanya daratan di petak-petak yang sebelumnya terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten. IOJI mencari fakta-fakta dari waktu ke waktu apakah wilayah itu dahulu daratan atau memang perairan.

Baca Juga


"Jadi dari pemeriksaan yang kami lakukan ini membuktikan bahwa di area yang diterbitkan SHGB-nya itu memang dari dulu tidak pernah ada daratan," kata Senior Analyst IOJI Imam Prakoso dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (12/3/2025).

Dalam paparan pada diskusi tersebut, awalnya Imam menunjukkan peta yang bersumber dari Kementerian ATR/BPN yang juga menunjukkan letak Desa Kohod. Di mana menjadi salah satu daerah yang memiliki SHGB soal pagar laut Tangerang.

"Itu kalau kita klik atau kita cek itu adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan. Jadi di situ ada wilayah seluas 370 hektare dan terdiri atas 263 bidang atau kotak-kotak SHGB," ujarnya.

Peta tersebut kemudian sempat viral setelah terjadi penyegelan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap pagar laut di perairan tersebut pada Kamis (9/1/2025). "Dan orang jadi bertanya ini petak-petak ini kan lokasinya berada di perairan, petak-petak SHGB ini. Kemudian muncul pertanyaan, apa boleh mengeluarkan SHGB di wilayah perairan begitu?" terang Imam.

Kala itu, ada yang berpendapat bahwa SHGB di perairan itu tidak boleh, tapi ada pula yang berpendapat boleh hanya dalam bentuk izin penggunaan wilayah perairan dari KKP berupa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

"Ada juga yang berpendapat bahwa SHGB itu boleh kalau di situ dulunya itu adalah daratan, artinya ada tanah yang lenyap atau tanah yang tenggelam di situ dahulu," jelasnya.

Sehingga atas atas pertanyaan-pertanyaan itu, lanjut Imam, IOJI kemudian mencari tahu fakta-fakta dari waktu ke waktu apakah wilayah itu dahulu daratan atau memang perairan. Dia mengatakan bahwa pihaknya kemudian melakukan pengecekan melalui Satelit Landsat di mana satelit itu memang sering dipakai untuk mengamati bentang alam di permukaan Bumi.

Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pagar Laut - (Infografis Republika)

 

Dengan menggunakan teknik penginderaan jauh, Indeks Perbedaan Air Dinormalisasi (Normalized Difference Water Index/NDWI) pihaknya bisa membedakan mana yang laut, mana yang darat atau mana yang perairan, mana yang daratan utamanya di SHGB pagar laut Tangerang.

"Pada 2024 jelas itu merupakan wilayah perairan atau laut begitu. Nah pagar laut di situ juga terlihat samar-samar dari citra satelit, tapi kita bisa amati garis-garisnya beberapa di antaranya begitu," katanya.

"Di sini tidak ditemukan daratan yang luas, seluas area petak-petak tadi di tahun 2024. Kemudian kita coba flashback dari tahun-tahun sebelumnya. Jadi Landsat ini sebetulnya dia konstelasinya mulai mengorbit sejak tahun 1982," tambahnya.

Selanjutnya, setelah pihaknya memeriksa bahwa foto citra satelit yang representatif untuk Desa Kohod mulai ada di tahun 1988 dari Landsat. Diketahui, Satelit Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang tersedia untuk publik. Peta itu lalu di-overlay dengan garis pantai yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial edisi tahun 2022. Lalu ditemukan bahwa pada tahun 1988, wilayah tersebut rupanya laut bukan darat.

"Kalau kita lihat sedikit ada daratan memang yang menjorok ke utara, tapi itu tidak berada di utara Kohod, agak di sebelah barat begitu. Itu dulu ada daratan di situ, di tahun 1988. Makanya itu agak menjorok ke lebih utara dibandingkan dengan garis pantainya begitu," kata dia.

Dia menyebutkan bahwa posisi itu terus sama dengan kondisi di tahun 2010, 2015, 2020, 2022 bahkan hingga 2024. "Kemudian kami memeriksa di tahun 2024. Nah ini jelas, lebih jelas karena citra-citranya mungkin kualitasnya lebih bagus, memang di tempat-tempat petak-petak SHGB itu dulu laut," ucap dia.

Menurut dia, memang akan ada kemungkinan sedikit perubahan garis pantai, tapi akan tidak mencapai yang seluas yang ditampilkan di peta ATR/BPN. "Memang ada daratan yang mungkin nanti lambat laun akan terkena abrasi tapi itu tidak signifikan. Jadi, temuan kami ini untuk konfirmasi apa yang sudah kita dengar dari pemberitaan, memang demikian keadaannya," kata Imam.

Di tempat yang sama, Program Director IOJI Andreas Aditya Salim mengatakan bahwa berdasarkan Permen KP Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Pasal 36, disebutkan 1 mil pertama dari garis pantai itu diprioritaskan untuk perlindungan ekosistem, perikanan tradisional, akses umum, pantai umum, pertahanan keamanan.

"Kok bisa HGB terbit? Kalau kemudian itu mau bangun pangkalan militer, kita masih bisa paham lah, oke karena ada alasan pertahanan keamanan, tapi kok ini pasalnya sudah ada, masih juga terbit HGB," kata Andreas.

 

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyatakan, pihaknya sudah membatalkan 192 sertifikat bidang tanah dari total 280 sertifikat dalam kasus pagar laut Tangerang. Masih ada 13 sertifikat yang tersisa, mengingat sebelumnya ATR/BPN sudah membatalkan 17 sertifikat hak milik (SHM), serta memastikan 58 sertifikat lainnya berada di dalam garis pantai sehingga tidak bisa dibatalkan.

"Yang ini abu-abu 13 (sertifikat ini). Barang syubhat mutasyabihat, antara pantai, antara darat atau laut, antara tengah-tengah garis pantai atau garis laut. Ini sedang ditelaah," kata dia dalam jumpa media di Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Dikatakan dia, dalam proses membatalkan 13 sertifikat yang tersisa pihaknya mesti berhati-hati agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. "Karena potensi kita membatalkan sertifikat itu reputasi, kalau nanti kemudian digugat sama orang yang kita batalkan, kemudian kalah digugat, itu reputasi kantor rusak," ujarnya.

Terkait kasus pagar laut, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menetapkan empat tersangka pemalsuan dokumen terkait penerbitan sertifikat di area pagar laut. Mereka yaitu, Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, SP selaku penerima kuasa dan CE selaku penerima kuasa.

Keempat tersangka tersebut telah bersama-sama membuat dan menggunakan surat palsu berupa girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Desa Kohod, dan dokumen lainnya yang dibuat oleh Kades dan Sekdes Kohod sejak Desember 2023 sampai dengan November 2024.

"Seolah-olah oleh pemohon untuk mengajukan permohonan pengukuran melalui KJSB Raden Muhammad Lukman dan permohonan hak Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang hingga terbitlah 260 SHM atas nama warga Kohod," ucap Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro.

Pada Senin (24/2/2025), keempat tersangka ditahan oleh pihak Bareskrim Polri. Djuhandhani mengatakan, alasan penahanan Kades Kohod dan tiga tersangka lainnya adalah agar mereka tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

“Karena kemungkinan ada barang bukti lain yang belum kami temukan. Lalu, dikhawatirkan mereka akan mengulangi perbuatan lagi,” ujarnya.

Komik Si Calus : Bambu - (Daan Yahya/Republika)

 

Pada rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, pada Kamis (27/3/2025), Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa kepala desa dan perangkat desa yang menjadi pelaku pemagaran laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, siap membayar denda administrasi sebesar Rp48 miliar.  Dia mengungkapkan bahwa kedua pelaku telah membuat surat pernyataan terkait kesiapan untuk membayar denda administrasi sebesar Rp48 miliar.

Namun, Kades Kohod, Arsin melalui kuasa hukumnya Yunihar mengatakan, sangkaan terhadap kliennya tersebut merupakan hal yang tidak berdasar dan relevan sehingga terlihat dipaksakan untuk menjerat kliennya itu.

"Tanggapan kami bahwa pernyataan Menteri KKP tidak mendasar. Semua yang di sampaikan yang terhormat Menteri KKP," uajarnya di Tangerang, Sabtu (1/3/2025).

Yunihar mengaku hingga saat ini pihaknya belum mengetahui dan belum menerima surat penetapan sebagai tersangka dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pemagaran laut Tangerang yang disebutkan dilakukan Arsin selaku Kades Kohod. "Karena kami belum tahu pertimbangan dan isi surat penetapannya sehingga mohon belum bisa banyak menanggapi," ujarnya.

Meski demikian, kuasa hukum Kades Arsin tetap akan menghargai hasil keputusan dan tugas serta kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut. "Sekalipun demikian kami hargai sebagai tupoksi beliau. Tapi hingga hari ini klien kami belum tahu dan belum menerima pemberitahuan resminya, kami tahunya dari berita, jika pemberitahuan resminya sudah kami terima akan kami sampaikan dan diskusikan dengan klien mengingat klien saat ini di dalam tahanan," jelas dia.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler