Akar Masalah Penjualan Tanah SD di Garut

Pemkab Garut menelusuri masalah penjualan tanah SDN Jayamukti 2 oleh pemerintah desa.

dok. Istimewa
Tanah dan bangunan SDN 3 Jayamukti, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut, yang tak lagi dipakai, diduga dijual pihak desa.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut telah menelusuri akar masalah penjualan tanah Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jayamukti 2 di Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut, oleh pemerintah desa. Penjualan tanah SD itu dilakukan untuk menutupi kekurangan biaya penyediaan tanah untuk dibangun sekolah yang baru.

Baca Juga



Asisten Daerah (Asda) I Sekretariat Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana mengatakan, tanah SDN 2 Jayamukti yang dijual itu sudah tak lagi digunakan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM). Proses KBM para siswa telah dipindahkan ke sekolah baru yang dibangun pada 2018-2019 melalui dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat.

"Jadi sekolah yang lama itu tak digunakan lagi," kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (2/7).

Nurdin menjelaskan, kronologi penjualan tanah SDN Jayamukti 2 bermula ketika pihak sekolah mendapat bantuan DAK untuk pembangunan enam ruang lokal pada periode 2018-2019. Lantaran lokasi awal sekolah yang berada di Kampung Sawah Kupa dianggap tak representatif karena rawan bencana, pembangunan enam ruang lokal kelas itu dipindahkan ke lokasi lain di kampung lainnya.

Menurut dia, sesuai aturan yang ada, pembagunan ruang kelas melalui DAK mensyaratkan ketersediaan tanah oleh warga sekitar. Untuk pembangunan enam ruang lokal kelas baru itu diperlukan tanah sekira  1.123 meter persegi dengan harga sekira Rp 168 juta.

"Sementara dana yang terkumpul ketika belum sampai," kata dia.

Karena berpikiran sempit, Nurdin mengatakan, pihak desa, komite, dan sekolah, sepakat untuk menjual tanah SD yang lama. Tanah itu dijual dengan harga Rp 80 juta untuk menutupi kekurangan biaya pembelian tanah yang akan dibangun sekolah baru.

Nurdin mengatakan, tanah SDN 2 Jayamukti itu memang berasal dari patungan warga desa setempat ketika awal dibangun pada 1983 melalui program inpres. Ketika itu, warga desa setempat berswadaya membeli tanah untuk dibangun sekolah.

Namun, secara administratif, tanah yang telah dijadikan sekolah menjadi aset pemerintah daerah. Dengan tanah itu diberikan ke sekolah, artinya menyumbangkan kepada pemrintah. Artinya sudah Pemkab Garut telah mendaftarkan tanah SD itu ke dalam buku inventaris.

"Mereka berpikir pragmatis. Tanah itu dijual ke Abdul Manaf, anak dari warga yang dulu menjual tanah itu untuk dibangun sekolah pertama," kata Nurdin.

Setelah beberapa bulan terjual, pembeli tanah menanyakan bentuk otentik hasil transaksi. Komite dan sekolah tak mau memberikan tanda tangan pada kwitansi transaksi itu. Akhirnya, kepala desa yang menandatangani kwitansi penjualan tanah SD itu, berdasarkan hasil kesepakatan yang dibangun berbagai pihak.

Setelah enam bulan kemudian, pembeli kembali menanyakan wujud tanahnya. Karena tanah itu masih belum bisa dimiliki.

"Kalau pihak sekolah konsultasi, kita bisa bantu. Tapi (penjualan) itu dilakukan tanpa konsulasi ke korwil pendidikan. Kalau konsultasi, itu bisa dihapus dari aset daerah dan dihibahkan untuk kepentingan umum," kata Nurdin.

Ia mengatakan, pihaknya telah mengumpulkan semua pihak yang terlibat dalam proses penjualan tanah SD tersebut. Hasilnya, pembeli ingin uangnya dikembalikan. Sementara kepala desa sudah menyanggupi, hanya belum sepenuhnya dibayarkan.

"Kita tinggal kawal proses pengembalian uang pembeli itu. Itu dari patungan warga," kata dia.

Nurdin menambahkan, pihaknya juga telah menyerahkan kasus itu ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Kepala desa bersangkutan diminta diberikan edukasi lebih insentif agar tak mengulangi pelanggaran administrasi pada kemudian hari.

"Hal terkait teknis lainnya akan dilakukan dinas terkait," kata dia.

Nurdin juga minta para camat melakukan pembinaan secara represntatif, termasuk dalam pemeliharaan barang daerah. Menurut dia, status tanah SDN 2 Jayamukti itu masih milik Pemkab Garut.

Ihwal rencana penggunaan tanah sekolah lama itu, Pemkab akan menjadikannya untuk ruang terbuka hijau atau kepentingan penghutanan kembali. Sebab, daerah itu tidak represntatif untuk dibangun bangunan.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Totong tak bersedia memberikan pernyataannya terkait masalah itu. "Kebetulan sudah ditangani Pak Asda I," kata dia ketika dikonfirmasi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler