Komnas Anak Panggil Ulang Pemprov DKI Terkait PPDB 2020
Juknis PPDB DKI sudah benar tapi pelaksanaannya yang salah.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) melayangkan panggilan yang kedua kalinya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meminta konfirmasi terhadap pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2020/2021.
"Senin (6/7) Komnas akan layangkan surat kembali meminta konfirmasi Pemprov DKI terhadap pelaksanaan PPDB," kata Sekretaris Jenderal Komnas Anak Danang Sasongko saat dihubungi di Jakarta, Ahad malam (5/7).
Sebelumnya, Komnas Anak telah melayangkan surat pemanggilan Jumat (3/7) ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Jakarta untuk meminta konfirmasi, namun hingga Minggu malam belum ada konfirmasi dari Pemprov DKI untuk hadir dalam pemanggilan yang dijadwalkan Senin (6/7) besok.
Komnas Anak menemukan sejumlah pelanggaran dalam pelaksaan PPDB DKI Jakarta Tahun 2020, di antaranya pada jalur zonasi.
Tiga pelanggaran yang ditemukan oleh Komnas Anak yakni kuota zonasi yang dikurangi dari 50 menjadi 40 persen.
Selanjutnya pelaksanaan PPDB DKI Jakarta bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permedikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB. "Temuan terpenting Komasnas adalah juknis PPDB DKI sudah benar tapi pelaksanaannya yang salah," kata Danang.
Menurut Danang, petunjuk teknis (Juknis) PPDB DKI Tahun 2020 yang telah ditandangani oleh Kepala Dinas Pendidikan sudah benar sesuai dengan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019.
Permendikbud tersebut menyatakan bahwa pada jalur zonasi yang didahulukan adalah jarak (dalam artian titik tempat tinggal terdekat dengan sekolah). Dalam juknis PPDB DKI Jakarta tertulis bila kuota zonasi melebihi kapasitas maka yang diukur atau yang jadi pertimbangan adalah usia. "Isi Juknisnya begitu," kata Danang.
Namun, lanjut dia, pada pelaksanaan di lapangan PPDB DKI memprioritaskan usia bukan jarak. Hal ini tergambar dari 'output' PPDB daring.
Pada lembaran output PPDD daring adalah kolom nomor peserta, nama peserta, kelurahan dan sisi paling kanan tertulis usia atau tahun.
Sedangkan di daerah lain lembaran output PPDB daring tertulis nomor peserta, nama peserta, jarak (km/m). "Kalau di Jateng jarak menggunakan satuan meter, kalau di Jatim menggunakan satuan kilometer, kalau di Jakarta langsung usia (tahun) di situlah terjadi kekisruhan," ungkap Danang.
Selain itu, Komnas Anak mencurigai ada faktor kesengajaan untuk mengacaukan PPDB DKI Tahun 2020, mengingat juklak dan juknis yang telah ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan tersebut menyatakan hal demikian, tapi pada pelaksanaannya berbeda dengan apa yang telah ditandatangani.
"Kita curiga apakah ini, karena sampai sekarang Pak Gubernur tidak menjelaskan duduk permasalahan seperti apa, Pak Wakil Gubernur dalam wawancaradi stasiun televisi menyatakan tidak ada masalah, beberapa kali diundang tidak datang semua, yang datang adalah konsultan pendidikannya," kata Danang.
Danang menilai penjelasan yang diberikan oleh konsultan pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawabankepada publik untuk menginformasikan hasil analisa yang telah dibuatnya.
Oleh karena itu Komnas Anak memanggil Pemprov DKI untuk mengkonfirmasi terhadap pelaksaan PPDB DKI 2020. "Untuk menyelesaikan kekisruhan ini adalah Kadisdikuntuk menjelaskan secara detailkenapa sampai pelaksanaan itu berbeda dengan juknis yang ditandatangani olehnya," kata Danang.
Sebelumnya, pelaksanaan PPDB DKI Jakarta Tahun 2020 mendapat protes dari para calon orang tua murid yang anaknya sulit untuk mendaftar ke sekolah negeri lewat jalur zonasi yang dibatasi oleh usia.
Para orang tua murid melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota Jakarta pada Selasa (30/6), lalu berlanjut audiensi ke DPRD DKI Jakarta, Komisi X DPR RI, hingga ke Kementerian Pendidikan. Aksi protes kembali berlanjut pada Jumat (3/7) di Taman Aspirasi, Monas, seberang Istana Merdeka, tuntutan massa adalah mendesak pembatalan PPDB DKI Jakarta Tahun 2020.