Lonjakan Kasus di Pekan Ke-6 dan Perpanjangan PSBB Transisi
PSBB transisi fase 1 diteruskan kembali di DKI Jakarta.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah
Kenaikan angka kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta berujung pada perpanjangan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Gubernur DKI Jakarta memperpanjang PSBB transisi selama dua pekan ke depan sejak hari ini.
Perpanjangan PSBB transisi ini terkait hasil evaluasi dari data dua pekan terakhir. Pekan ini angka positivity rate Jakarta di atas 5 persen dan reproduction rate/number (Rt) virusnya masih di angka 1,15.
"Kami di DKI Jakarta memutuskan untuk memperpanjang PSBB fase 1 untuk dua pekan ke depan," kata Anies dalam konferensi pers, Kamis (16/7) malam.
Anies menjelaskan pertimbangan perpanjangan ini berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Saat ini, diakui dia, kemampuan tes PCR di Jakarta sudah jauh di atas standar WHO. Yaitu 1.000 pengetesan per 1 juta penduduk. Jakarta sudah mencapai 3,6 kali lipatnya. Dengan penduduk 11 juta orang, Jakarta sudah mencapai 3,6 kali lipat pengetesan yakni 299.439 orang.
Kemudian ia juga merujuk standar WHO dengan angka positivity rate yang ideal di bawah 5 persen. WHO menyampaikan reproduction rate/number (Rt) yang sesuai standarnya adalah di bawah 1.
Positivity rate adalah rasio orang tertular Covid-19. Sedangkan reproduction rate/number adalah kemampuan virus untuk bereproduksi atau menular.
Angka positivity rate di Jakarta selama 6 pekan PSBB transisi, jelas Anies, berturut-turut positivity rate mingguan di pekan pertama 4,4 persen, pekan kedua 3,1 persen, pekan ketiga 3,7 persen, pekan keempat 3,9 persen dan pekan kelima 4,8 persen. Namun angka ini melonjak di pekan keenam menjadi 5,9 persen.
"Jadi selama 5 pekan Jakarta angka positivity rate aman di bawah 5 persen, namun di pekan terakhir ini naik di atas 5 persen. Artinya ini harus lebih waspada," jelas Anies.
Kemudian ia menjelaskan angka reproduction rate atau numbern adalah 1. Artinya 1 orang bisa menularkan ke 1 orang lain. Anies mengatakan dengan Rt 1, artinya wabah ini stabil tidak mengalami kenaikan dan juga tidak alami penurunan.
"Tentu kita berharap Rt nya semakin lebih kecil menjadi di bawah 1, karena itu sekarang menandakan ada pergerakan percepatan penularan," imbuhnya.
Selain itu, ungkap dia, hasil active case finding dan tracing yang dilakukan selama ini menemukan banyak kasus positif yaitu orang dengan gejala ringan dan sedang. Sedangkan gejala berat semakin berkurang mengakibatkan ketersediaan ICU pasien Covid-19 makin lowong.
Karena itu Anies menegaskan belum akan melanjutkan masa PSBB transisi fase 1 ke fase 2. Namun akan tetap memperpanjang PSBB transisi di fase 1. "Kami memutuskan untuk kembali memperpanjang PSBB transisi fase 1untuk dua pekan ke depan, sebelum beralih ke fase 2," imbuhnya.
Anies menegaskan yang membedakan adalah saat ini pelaksanaan protokol kesehatan akan dijalankan lebih tegas. Ia mengingatkan, jangan pernah beraktivitas di luar tanpa melaksanakan protokol kesehatan. Karena itu Anies menegaskan dengan kondisi ini beberapa aktivitas dalam ruang akan dibatalkan pembukaannya, seperti pembukaan bioskop akan tetap tidak diperbolehkan.
"Karena itu tetap laksanakan protokol kesehatan, kapanpun dan di mana pun, jangan pernah lelah untuk menjalankan protokol kesehatan," tegasnya.
Hari ini, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat angka penambahan 304 kasus Covid-19. Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, memaparkan jumlah kumulatif kasus positif di wilayah DKI Jakarta pada hari ini sebanyak 15.477 kasus.
"Dari jumlah tersebut, 9.855 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 721 orang meninggal dunia," jelas Ani dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (16/7).
Sejak tanggal 4 Juni, Kepala Dinkes DKI Jakarta juga telah mengeluarkan surat edaran untuk Puskesmas melakukan active case finding selain terus melakukan contact tracing. Active case finding yang dilakukan oleh Puskesmas di pasar, pemukiman rawan, atau tempat umum lain, yang diperkirakan terdapat penularan kasus berdasarkan perhitungan epidemologi.
Diakui dia, saat ini 55 persen dari pasien positif yang ditemukan adalah orang tanpa gejala. Untuk itu, Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta mengimbau masyarakat tetap melakukan protokol 3M Lawan Covid-19. Yaitu, memakai masker dengan benar, mnjaga jarak aman 1-2 meter, dan mencuci tangan sesering mungkin.
Anggota komisi A DPRD DKI, Dwi Wijayanto Rio Sambodo, menilai perpanjangan PSBB transisi bahkan bisa diterapkan sampai kasus positif di Jakarta berangsur turun bahkan hingga nol (zero) kasus. Di saat yang bersamaan, Pemprov DKI juga wajib memperketat pengawasan pada penerapan protokol kesehatan di tengah kegiatan masyarakat.
“Saya setuju jika new normal atau PSBB transisi ini dilanjutkan, itu justru lebih realistis. Namun sangat penting protokol kesehatan lebih ditegak kuatkan atau digalakkan pelaksanaannya di lapangan. Oleh sebab itu maka patut ada intervensi secara kuat dari Pemprov DKI,” ujarnya, Kamis (16/7).
Sebab, Rio menilai selama ini satgas penanganan Covid-19 DKI kurang maksimal dalam hal sosialisasi sampai pengawasan di wilayah Ibukota, terlebih di permukiman padat penduduk. Ia melihat evaluasi penanganan Covid-19 selama ini belum begitu optimal.
"Contoh misalnya ketika ada satu aturan regulasi, patut adanya pengendalian dan kontrol yang baik atau pengawasan. Sedangkan kita lihat dibanyak tempat itu tidak tampak kuat pengawasannya, masih banyak yang kurang sadar akan protokol kesehatan,” ucapnya.
Rio menyarankan agar Pemprov DKI mencontoh beberapa daerah yang sudah mulai pulih karena sebagian besar wilayahnya telah zona hijau, atau kasus positifnya berangsur turun seperti Surabaya, Purwokerto, dan juga Tegal. “Kita bisa contoh pengawasan yang telah dilakukan oleh banyak daerah itu, aparatur gabungan atau Satgas mereka standby di banyak tempat, mereka melakukan preventif aktif dengan tegas, sehingga masyarakatnya juga lebih sadar akan protokol kesehatan,” ungkapnya.
Hal senada juga dikatakan anggota komisi A lainnya, Jamaludin. Ia berharap Pemprov DKI memberikan pelatihan kepada Satgas Covid-19 sehingga bisa lebih serius dan tegas untuk mengimbau masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan. “Satgas harus dibekali pedoman lagi, jadi imbauan dan pengawasan yang dilakukan bisa lebih tersistem, karena mengedukasi masyarakat tidak mudah. Menurut saya Pemprov harus mulai menerapkan sanksi tegas kepada masyarakat yang tidak patuh menjalankan protokol kesehatan,” ucapnya.
Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia, dr. Syahrizal Syarif, menyarankan Pemprov DKI Jakarta memperketat standar minimal protokol kesehatan. Upaya tersebut dinilainya lebih bijak ketimbang mengembalikan ke kondisi PSBB ketat.
"Yang harus dilakukan saat ini adalah memperketat standar minimal, yakni perketat protokol kesehatan di semua wilayah di Jakarta. Berikan sanksi tegas bagi pelanggar, dan lakukan penutupan terbatas bila ada claster penularan baru," kata dia kepada wartawan, Rabu (15/7).
Sebab sejak awal ketika pemerintah menerapkan PSBB, ia melihat kebijakan ini adalah kebijakan kompromi. PSBB adalah kebijakan kompromi antara dampak kesehatan dan ekonomi. Namun ia menyayangkan, harusnya kalaupun keputusannya akan ada pelonggaran, sejak awal penerapan protokol kesehatannya sudah harus lebih ketat.
"Karena saya tidak percaya tingkat kesadaran kesehatan warga kita tinggi. Nah sekarang solusinya kalau angkanya terus naik, ya perketat sanksi protokol kesehatannya," tegas dia.
Ia menjelaskan protokol kesehatan yang standar adalah tetap gunakan masker, kapan pun dan di mana pun, selalu mencuci tangan, hindari kerumunan, dan menjaga jarak. Menurut dia protokol kesehatan yang standar itu basis ilmiahnya sangat jelas dan bisa diukur.
Kepatuhan protokol kesehatan seharusnya dapat mengurangi rusiko penularan bukan hanya di Jakarta atau di Indonesia, namun di berbagai negara yang kini angka penularannya sudah turun drastis.
Syahrizal menilai sebetulnya pandemi Covid-19 ini adalah untuk menguji kepemimpinan, apakah sejak awal pemimpin negara atau kepala daerah itu tegas atau tidak menjalankan protokol kesehatannya. Kalau tidak tegas, ia memandang dengan kebijakan seperti PSBB yang kompromistis ini, maka angka penularan akan tetap tinggi.
"Sebab warga masih ditoleransi untuk beraktivitas, beda dengan lockdown. Sedangkan selama warga beraktivitas penerapan standar protokol kesehatannya masih lemah. Wajar kalau angkanya naik. Makanya untuk DKI kalau mau, perketat protokol kesehatannya dan sanksi tegas bagi pelanggar," imbuhnya.
Termasuk, ia juga mengusulkan apabila ada warga yang melanggar beri sanksi/denda yang memberatkan. Ini penting untuk efek jera, jangan lagi berdalih dengan istilah edukasi dan sosialisasi protokol kesehatan, menurut dia, masa itu sudah lewat.
Ia mengatakan, sekarang saatnya memberi efek jera dan pertegas bagi pihak-pihak pelanggar protokol kesehatan. Karena posisinya tidak mungkin DKI harus kembali ke masa awal PSBB.