Umar bin Abdul Aziz Reformasi Baitul Mal yang Melenceng

Umar bin Abdul Aziz mengembalikan fungsi dan peran Baitul Mal.

onlineinvestingai.com
Umar bin Abdul Aziz mengembalikan fungsi dan peran Baitul Mal. Baitul Mal (ilustrasi).
Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketika dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khalifah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah drastis. 

Baca Juga


Cendekiawan Al-Maududi misalnya menyebutkan, jika masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan khalifah yang absolut. 

Keadaan tersebut setidaknya berlangsung sampai datangnya Khalifah ke-8 Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz. Dengan sistem Baitul Mal yang sudah melenceng dari khittah yang ada itu, Umar berusaha mendistribuskan dana-dana di Baitul Mal kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya.   

Dalam buku Pajak Menurut Syariah karya Gus Fahmi dijelaskan, Umar bin Abdul Aziz membuat perhitungan dengan para amir dan bawahannya agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak sah.   

Di samping itu, Umar bin Abdul Aziz juga mengembalikan milik pribadinya sendiri yang kala itu berjumlah sekitar 40 ribu dinar setahun ke Baitul Mal. 

Harta tersebut dikembalikan karena diperoleh dari warisan ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan. Di antara harta tersebut terdapat perkampungan Fadak. Yang mana desa tersebut berada sebelah utara Makkah yang sejak Rasulullah SAW wafat dijadikan milik negara. Namun Marwan bin Hakam (khalifah keempat Bani Umayyah) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadinya dan mewariskannya kepada anak-anaknya.  

Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berupaya melindungi dan meningkatkan kemakmuran taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Ia mengurangi beban pajak yang dipungut dari kaum Nasrani, menghapus pajak terhadap kaum Muslim, membuat takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa, hingga hal lainnya.  

Berdasarkan fakta sejarah, tindakan-tindakan tersebut nyatanya berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan sehingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat. Artinya, kesejahteraan masyarakat di kala itu sudah sangat terjamin mapan dan berkecukupan.   

Lebih jauh lagi, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerapkan juga kebijakan otonomi daerah. Di mana setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak sendiri-sendiri tanpa harus menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya, pemerintah pusat justru akan memberikan bantuan subsidi kepada setiap wilayah Islam yang minim pendapatan zakat dan pajaknya.   

Dengan demikian, masing-masing wilayah Islam diberi kekuasaan untuk mengelola kekayaannya secara mandiri. Jika terdapat surplus pendapatan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz akan menyarankan kepada daerah tersebut untuk memberi bantuan kepada wilayah yang minim pendapatan alias defisit.  

Untuk menunjang hal tersebut, Khalifah Umar pun mengangkat Ibnu Jahdan sebagai amil shadaqah yang bertugas menerima dan mendistribusikan hasil shadaqah secara merata ke seluruh wilayah Islam.   

Maka tak heran pada masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, dan pajak penghasilan pertanian yang belakangan di terapkan. Setelah stabilitas perekonomian masyarakat berangsur membaik, pajak penghasilan pertanian barulah diterapkan.   

Dari pajak penghasian pertanian itu, timbul lah hasil pemberian lapangan kerja yang produktif kepada masyarakat luas. Dengan segala upaya yang dilakukan, Baitul Mal di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dapat berjalan sesuai mandat yang mulia.   

Yakni, menghilangkan praktik-praktik haram yang cenderung jauh dari semangat dan nafas Islam. Namun sayangnya, kembalinya Baitul Mal dalam posisi operasional yang baik itu tidak bertahan lama.   

Kebijakan fiskal dalam mengelola Baitul Mal itu akhirnya runtuh akibat keserakahan para penguasa. Caranya adalah dengan meruntuhkan sendi-sendi Baitul Mal itu sendiri. Keruntuhan itu setidaknya dapat dilihat dan berkepanjangan sampai masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler