Tiga Tantangan Kebangkitan Umat Islam Indonesia
Umat Islam Indonesia harus menjadi pelaku, bukan penonton.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Ferry Kurnia Rizkiansyah, menyampaikan ada tiga hal yang menjadi tantangan dalam membangun kebangkitan umat Islam Indonesia.
Tantangan pertama, yaitu mendorong intelektual konseptor dan penggerak untuk masuk ke ranah ekonomi. Menurutnya, persoalan bagaimana peran umat Islam dalam menguatkan sisi ekonomi itu penting karena ekonomi Islam mengandung nilai moral yang tinggi.
"Ini menjadi bagian untuk mengupayakan kesejahteraan. Kita bisa bayangkan, sekarang ini bagaimana orang kaya yang segelintir itu menguasai hajat seluruh umat yang ada. Ini kan luar biasa. Nah ini yang harus kita coba gagas dan ambil peran di dalamnya," kata dia dalam diskusi daring bertajuk 'Kebangkitan Umat Islam: Harapan, Tantangan dan Strategi', Rabu (19/8).
Ferry juga menyadari, keberadaan intelektual penggerak pada bidang ekonomi Islam ini agak tertinggal. Padahal menurutnya, kehadiran mereka itu penting sekali, karena merekalah yang turun langsung sehingga ekosistem ini bisa terbangun sinergi.
"Ini dua konteks yang penting. Jadi ekonomi Islam pada bagaimana intelektual konseptor dan intelektual penggerak. Misalnya bagaimana ekonomi berbasis masjid, dan juga zakat, yang ini semua harus kita potensikan," katanya.
Tantangan berikutnya, adalah pada bidang politik. Menurut Ferry, umat Islam harus masuk ke wilayah sana karena itu menjadi bagian untuk kebaikan bersama. Dia mengatakan, umat Islam tidak boleh larut menjadi penonton.
"Sehingga kita harus menjadi pelaku, bukan penonton. Jadi harus juga masuk ke sana untuk bisa menyelami," ujar dia.
Tantangan ketiga terkait proses pemanfaatan yang sekarang muncul yaitu teknologi informasi dan komunikasi. "Kita paham ketika ICMI ini digagas, yakni bagaimana memajukan iptek dan imtak," kata dia.
Apalagi, diakui Ferry, di masa pandemi Covid-19 pun banyak lembaga pendidikan yang tutup dan kesulitan melakukan kegiatan belajar jarak jauh karena keterbatasan jaringan dan infrastruktur di wilayahnya.
"Dalam konteks ini, mengapa tidak di masjid untuk dibangun Wifi yang bisa menampung tidak hanya aktivitas sekolah tetapi juga bisa mengaji. Itulah pertemuan antara fikir dan zikir, itu hal yang sangat penting dalam konteks membangun bagaimana memanfaatkan teknologi," ujarnya.