IDI: Klaim Obat-Herbal 'Penangkal Covid-19' Menyesatkan
Satgas Covid-19 IDI minta regulator melakukan pengawasan terhadap klaim obat-herbal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dengan produk herbal yang dipromosikan bisa 'menangkal Covid-19' dan 'mengobati corona' Klaim tersebut dianggap menyesatkan, sebab tak disertai bukti ilmiah.
"Itu menyesatkan karena memang obat herbal itu tidak bisa membunuh virus," kata Ketua Satuan Tugas Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban, kepada Republika.co.id, Jumat (28/8).
Bahkan, Zubairi menantang para produsen ataupun penjual obat herbal tersebut untuk melakukan uji coba langsung dengan memasuki ruang perawatan intensif (ICU) pasien Covid-19.
"Kalau nanti dia ketularan, bisa tidak dia menyembuhkan dengan herbalnya. Kalau sembuh, kita beli jutaan rupiah juga boleh," ujarnya.
Zubairi menjelaskan, klaim obat herbal dapat menangkal ataupun menyembuhkan pasien Covid-19 memang sulit dibuktikan. Sebab, mayoritas orang yang terjangkit virus corona bisa sembuh secara sendirinya tanpa diberi obat apapun.
Orang yang bisa sembuh sendiri itu, menurut Zubairi, persentasenya 90 persen dari total orang yang terjangkit virus corona. Persentase itu terdiri dari orang tanpa gejala (OTG) dan orang dengan gejala ringan.
"Artinya, sungguh amat sulit untuk meneliti obat mana yang benar bermanfaat untuk gejala ringan. Kalau diukur dengan statistik, sampelnya jadi banyak sekali, puluhan ribu," ungkap Zubairi.
Di tengah ketidakpastian terkait keampuhan suatu obat itulah, menurut Zubairi, para produsen dan penjual menyesatkan publik. Mereka memberikan klaim sepihak bahwa obatnya bisa menangkal dan mengobati Covid-19.
"Banyak orang yang mengeklaim bahwa ini (obat herbal) bisa menyembuhkan, vitamin C menyembuhkan, antibiotik bisa menyembuhkan. Itu tidak benar. Baik yang berbau herbal jamu maupun obat," kata Zubairi.
Menurut Zubairi, produsen atau penjual obat herbal tersebut memanfaatkan ketidaktahuan dan ketakutan masyarakat terhadap Covid-19 agar produknya laku. Agar masyarakat tak disesatkan dengan klaim-klaim tak berdasar tersebut, ia meminta pemerintah melakukan pengawasan.
"Mohon sekali kepada regulator yang meregulasi obat-obat herbal ini untuk waspada, karena ini bisa menyesatkan. Misalnya, orang bisa berpikir, 'pakai minyak kayu putih saja kemana-mana dan tidak usah pakai masker'. Nah itu kan gawat," ujarnya.
Kepala BPOM Penny Lukito, mengatakan, obat herbal yang terdaftar atau memiliki Nomor Izin Edar (NIE) Badan POM adalah produk yang telah melalui tahap evaluasi aspek keamanan, khasiat, dan mutu. Namun demikian, pihaknya tidak pernah memberikan persetujuan atas klaim menyembuhkan pasien Covid-19.
"Sampai saat ini, Badan POM tidak pernah memberikan persetujuan klaim khasiat obat herbal yang dapat mengobati segala jenis penyakit, termasuk infeksi virus Covid-19," kata Penny ketika dikonfirmasi, Jumat.
"Apabila suatu produk herbal terbukti berkhasiat untuk mengobati suatu penyakit, maka klaim khasiat tersebut akan tertera pada label/desain kemasan produk," imbuhnya.