Kesalahan Protokol Kesehatan Ditemukan Saat Simulasi Pilkada
Kesalahan protokol kesehatan dalam simulasi pilkada dapat menambah kasus Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menemukan beberapa catatan kesalahan dalam penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19 dan prosedur pemungutan suara yang tak sesuai. Hal itu diketahui dari hasil pengawasan Bawaslu dalam simulasi pemungutan suara kedua yang diadakan oleh KPU RI di Kabupaten Indramayu, Sabtu (29/8).
"Catatan kami menunjukkan masih banyak kesalahan yang terulang," ujar Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar dalam siaran persnya, Sabtu (29/8).
Koordinator Divisi Hukum, Humas, dan Data Informasi Bawaslu RI itu didampingi Bawaslu Provinsi Jawa Barat dan Bawaslu Kabupaten Indramayu dalam kegiatan simulasi. Fritz menyebutkan, kehadiran jajaran Bawaslu dalam kegiatan simulai kedua ini guna memastikan pelaksanaan berjalan lebih baik dibandingkan simulasi pertama.
Ia menyayangkan masih banyaknya kesalahan karena bisa memicu penambahan penyebaran Covid-19 sekaligus mendegradasi harapan terciptanya pemilihan yang berkualitas. Kesalahan itu berulang karena terjadi saat simulai pertama di kantor KPU RI.
Bawaslu mencatat penerapan protokol kesehatan yang masih terjadi kesalahan antara lain sanitasi tempat pencucian tangan berada terlalu jauh dari pintu masuk tempat pemungutan suara (TPS). Petugas hanya sesekali saja mengarahkan pemilih yang akan memilih untuk mencuci tangan sebelum memasuki antrean di luar TPS.
Dengan demikian, tidak semua pemilih yang akan mengantre telah mencuci tangannya terlebih dahulu. Di sisi lain, meja, bilik, dan kotak suara cukup dapat diakses untuk pemilih dengan kursi roda.
Kemudian, penempatan bilik suara khusus untuk pemilih dengan suhu tubuh di atas 37,3 derajat celsius diletakkan di dalam TPS sejajar dengan bilik suara lain. Penempatannya hanya diberi jarak sekitar 1,5 meter.
Layout antrean pemilih di luar TPS dengan ketentuan jarak minimal satu meter antarpemilih diterapkan, tetapi tidak diawasi. Pemilih terkadang berkerumun meskipun telah diberi ketentuan jarak satu meter.
"Masih terdapat pemilih yang membawa anak-anak ke TPS. Anak ditinggal di pintu masuk TPS," kata Fritz.
Selain itu, ia juga memaparkan prosedur yang belum selesai seperi lada awal pelaksanaan simulasi pemungutan masih ditemukan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan Nomor Induk Kepegawaian (NIK) lengkap. Seharusnya NIK diberi tanda bintang di empat atau lima angka terakhir NIK untuk menjaga kerahasiaan data pribadi.
Tidak ada prosedur atau tata cara pencoblosan yang ditempel di papan pengumuman di luar TPS. Sebaiknya KPU menempelkan tata cara atau prosedur pencoblosan di papan pengumuman di luar TPS.
Pemberian/pemakaian sarung tangan direncanakan dengan dua opsi. Pertama, sarung tangan diberikan pada saat pemilih akan diberi surat suara. Kedua, sarung tangan diberikan pada saat penyerahan identitas pemilih.
Kedua opsi ini masih rentan terhadap penularan virus melalui benda. Sarung tangan sebaiknya diberikan pada saat pemilih berada dalam antrian sebelum masuk TPS dengan terlebih dahulu memastikan pemilih telah mencuci tangannya.
Sarung tangan yang digunakan untuk pemilih masih berupa sarung tangan plastik. Pemakaian sarung tangan plastik cukup memakan waktu. Berdasarkan simulasi kali ini paling cepat 15 detik, paling lama 40 detik. Sarung tangan plastik juga rentan rusak atau sobek.
Sarung tangan licin saat pemilih memeriksa surat suara yang diberikan hingga surat suara kerap terjatuh. Kondisi TPS pada saat simulasi kering, tapi ada potensi TPS berair atau becek jika pada sebelum atau hari pemungutan terjadi hujan. Hal ini berpotensi merusak surat suara jika tetatp menggunakan sarung tangan plastik karena surat suara berpotensi jatuh karena licin.
Waktu paling cepat proses pemilih masuk ke TPS, mencoblos, hingga keluar dari TPS pada saat TPS ramai membutuhkan waktu rata-rata tiga menit 30 detik untuk pemilih rentang usia 20-50 tahun. Sedangkan untuk pemilih lanjut usia membutuhkan waktu sekitar lima menit 15 detik.
Proses pengisian daftar hadir membutuhkan waktu cukup lama karena pemilih diminta membawa alat tulis masing-masing. Sedangkan tidak semua pemilih membawa alat tulis sendiri.
Setelah pemilih mengisi daftar hadir dan diminta untuk menunggu di dalam TPS, pemilih berpotensi menunggu cukup lama karena pemanggilan pemilih tidak berdasarkan pemilih yang datang dan mengisi daftar hadir lebih dulu.
Proses melepas sarung tangan setelah pencoblosan dan saat akan pemberian tinta di jari membutuhkan waktu sekitar 15-20 detik. Tempat pembuangan sarung tangan kurang memadai karena tempatnya kecil.
Pemberian tinta pada simulasi kali ini dilakukan dengan mengoleskan tinta pada jari pemilih menggunakan cotton bud. Potensi penularan virus melalui cotton bud, karena cotton bud digunakan untuk beberapa pemilih tanpa dilakukan penggantian.
Setelah dioleskan tinta pemilih langsung membersihkan jarinya, tinta berpotensi langsung hilang atau pudar. Seharusnya petugas memberitahu pemilih untuk menunggu tingga cukup kering sebelum membersihkannya.
"Penggunaan alat atau lap untuk membersihkan tinta yang digunakan secara bergantian juga berpotensi menularkan virus," tutur Fritz.