Turki: Oposisi Venezuela Bicara dengan Pemerintahan

Turki dikenal sebagai sekutu dekat politik dan komersial Venezuela

EPA
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan pemimpin oposisi Venezuela telah mempertimbangkan berpartisipasi dalam pemilihan legislatif. Ilustrasi.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan pemimpin oposisi Venezuela telah mempertimbangkan berpartisipasi dalam pemilihan legislatif, Selasa (1/9). Mereka sedang dalam pembicaraan dengan pemerintah Presiden Nicolas Maduro di tengah rencana boikot yang akan dilakukan.

"Kami melihat bahwa pemerintah dan oposisi hampir mencapai kesepakatan dan kami senang tentang ini," kata Cavusoglu.

Cavusoglu mengatakan tidak semua oposisi mendukung keputusan tersebut. "Beberapa individu yang didukung dari luar tidak akan ambil bagian dalam pemilu, apa pun yang terjadi," katanya merujuk pada dukungan Amerika Serikat terhadap Juan Guaido sebagai pemimpin Venezuela yang sah.

Partai-partai oposisi telah setuju untuk tidak mengikuti pemilihan parlemen yang dijadwalkan pada Desember. Mereka beralasan pemungutan suara tersebut telah terkena campur tangan Mahkamah Agung dan penambahan jumlah legislator yang sewenang-wenang.

Tapi sumber oposisi menyatakan calon presiden Henrique Capriles dan anggota parlemen Stalin Gonzalez diam-diam memimpin upaya untuk mengajukan calon. Padahal, partai Capriles dan Gonzalez, Justice First dan A New Era, termasuk di antara 27 partai yang berjanji akan memboikot pemilihan legislatif.

Kabar tersebut menandakan keretakan besar dalam tubuh oposisi yang tahun lalu bekerja sama dengan ketua kongres Guaido. Guaido merupakan sosok yang diakui sebagai presiden sah Venezuela oleh Amerika Serikat dan puluhan negara lainnya.

Cavusoglu mengatakan Capriles dan Gonzalez telah bersikeras tentang kehadiran pengamat luar dalam pemungutan suara yang telah disetujui Maduro. Turki dikenal sebagai sekutu dekat politik dan komersial Venezuela sehingga memiliki akses terhadap informasi perkembangan negara tersebut.

Kritikus Maduro mencatat bahwa direktur dewan pemilihan negara dipilih oleh Mahkamah Agung pro-pemerintah dan bukan oleh badan legislatif yang dikendalikan oposisi, seperti yang diamanatkan oleh konstitusi. Dewan pemilihan yang baru juga menyetujui peningkatan dua pertiga dalam jumlah kursi parlemen, keputusan ini menurut oposisi disebut sebagai manuver untuk melemahkan pengaruh lawan Maduro dan mengemas kongres dengan pendukung Partai Sosialis yang berkuasa.

Baca Juga


sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler