Dunia Butuh Investasi Besar-besaran Cegah Pemanasan Global

Dunia perlu investasi di energi terbarukan dan infrastruktur rendah karbon.

www.ctv.ca
Pemanasan global (ilustrasi)
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Butuh dana yang luar biasa besar untuk memenuhi target batas pemanasan global. Dunia harus menggabungkan paket pemulihan dari dampak COVID-19 dengan investasi besar-besaran dalam energi terbarukan dan infrastruktur rendah karbon. Jika tidak, dunia akan gagal memenuhi target batas pemanasan global.

Hal itu disampaikan dalam sebuah laporan oleh konsultan energi terkemuka Wood Mackenzie pada Rabu (23/9). Saat ini, dunia akan mengalami kenaikan suhu 2,8 hingga 3 derajat Celcius dalam suhu rata-rata global. Angka itu di atas batas suhu pemanasan global yang disepakati secara internasional, yakni di bawah 2 derajat Celcius.

"Hampir 20 triliun dolar AS ( Rp 300 kuadriliun), atau 25 persen dari PDB (produk domestik bruto) global, dialokasikan untuk pengeluaran selama 12-18 bulan ke depan untuk pemberian vaksin virus corona, mengatasi masalah pengangguran, membangun kembali sistem kesehatan masyarakat dan memulihkan ekonomi," kata Prakash Sharma, kepala pasar dan transisi untuk kawasan Asia Pasifik di Wood Mackenzie.

Angka investasi ini hanya memiliki proporsi kecil yang dialokasikan untuk janji target Perjanjian Paris (untuk penanganan perubahan iklim). Beberapa wilayah, seperti Uni Eropa, telah menggandakan target penghijauan, tetapi target itu saat ini sedang tidak tentu sama sekali di AS dan China.

Salah satu kendala adalah bahwa lebih dari setengah energi dan kapasitas industri yang ada di dunia baik listrik, semen, kilang, bahan kimia, dan kendaraan masih baru. Infrastruktur itu memiliki umur beberapa dekade lagi untuk beroperasi.

Selain itu, dibutuhkan dana lebih dari 1 triliun dolar AS (sekitar Rp 15,02 kuadriliun) setahun untuk membangun kapasitas pasokan energi baru, kata laporan Wood Mackenzie itu.

Batubara, gas, dan minyak diperkirakan masih akan menyumbang sekitar 80 persen dari pasokan energi primer pada 2040. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari jumlah maksimum 50 persen yang dibutuhkan dunia untuk mencapai emisi karbon nol pada 2050.

Meskipun ada peningkatan pembangkit energi terbarukan dan manufaktur kendaraan listrik, hal itu tidak cukup. Insentif diperlukan untuk investasi dalam penangkapan, penggunaan dan penyimpanan karbon dan hidrogen hijau. Keduanya belum digunakan secara komersial dalam skala besar.

Baca Juga


sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler