Di Tahun '65 Ada Koes Plus dan Lenso, Kini Ahmad Dhani?

Kisah musisi ketika beringgungan dengan kekuasaan

google.com
Presiden Soekarno menari lenso
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Bila zaman dahulu, menjelang bulan-bulan pemberontakan G30S PKI tahun 1965, Koes Bersuadara (kemudian menjadi Koes Plus) dijebloskan penjara Glodok dengan tuduhan kontra revolusioner dan pro kebudayaan 'ngak ngik ngok' yang menjadi musuh rezim Sukarno. Di masa ini beberapa waktu lalu ganti musisi Ahmad Dani mendekam di Penjara Cipinang karena kasus ujaran kebencian. Sama dengan tuduhan ke Koes Plus, tuduhan ke Dhani pun terasa sumir. Namun, sama dengan Koes Plus, Dhani pun masuk terungku penjara karena gayanya 'dibenci' penguasa pada waktu itu.

Empat bersaudara Koeswoyo itu menginap di dalam penjara selama tiga bulan. Ahmad Dhani selama satu tahun. Mendiang Yok dan Toni Koeswoyo sempat mengisahkan bila kebebasan mereka tepat pada tanggal 30 September 1965. "Saya sempat keliling kota Jakarta pada malam harinya. Yang saya ingat waktu itu suasana Jakarta terasa sepi," kata Tony Koeswoyo.

Beda dengan kebebasan Koes Bersaudara, kebebasan Dhani sekitar setahun silam disambut hiruk-pikuk. Massa menunggunya di depan pintu penjara. Sebuah mobil komando dikerahkan. Dan peristiwa ini hanya sekitar tiga bulan dari pelantikan Presiden Jokowi yang sebelumnya selalu dikritiknya. Ini misalnya ketika Dhani berlagu dengan nyanyian monumental politik karya Sang Alang:#2019 Ganti Presiden. Lagu ini pun pada masa kampanye lalu sempat membuat heboh.


 


Dan, Koes Plus pun begitu. Alkisah ketika ditangkap sekelompok masa (terindikasi masa dari Pemuda Rakyat) yang datang bersama polisi. Kala itu Tony Koeswoyo dan adik-adiknya lagi menyanyikan lagu ‘heboh dunia’ dari kugiran Inggris, The Beatles: I Saw Standing There.

Suara Tony yang melengking rupanya membuat pening dan pekak telinga pihak yang berada di pusat kekuasaan. Dan rupanya, Koes Plus memang sudah diincar lama untuk ditangkap. Mereka memang tak menyanyikan lagu-lagu pop dan keroncong atau berdansa dengan menari lenso yang kala itu menjadi salah satu kesenian utama di Indonesia. Mereka memilih berjingkrak-jingkrak seperti John Lennon dan kawan-kawannya dari Liverpool itu.

Dari dalam penjara kini kita semua kenal lagu Koes Plus yang dibuat selama mereka dikurung di sana. Maka lahirlah lagu seperti: 'Di Dalam Bui, Poor Clown, The So Called The Guiltis'. Temanya lagu berisi perenungan diri kepada Tuhan, tuduhan bersalah, hingga mengejek kekuasaan yang disebutnya kayak badut miskin (Poor Clown).

Uniknya, apakah mereka dendam sekeluar dari penjara" layout="responsive" width="480" height="270">iv>


Dan, Koes Plus pun begitu. Alkisah ketika ditangkap sekelompok masa (terindikasi masa dari Pemuda Rakyat) yang datang bersama polisi. Kala itu Tony Koeswoyo dan adik-adiknya lagi menyanyikan lagu ‘heboh dunia’ dari kugiran Inggris, The Beatles: I Saw Standing There.

Suara Tony yang melengking rupanya membuat pening dan pekak telinga pihak yang berada di pusat kekuasaan. Dan rupanya, Koes Plus memang sudah diincar lama untuk ditangkap. Mereka memang tak menyanyikan lagu-lagu pop dan keroncong atau berdansa dengan menari lenso yang kala itu menjadi salah satu kesenian utama di Indonesia. Mereka memilih berjingkrak-jingkrak seperti John Lennon dan kawan-kawannya dari Liverpool itu.

Dari dalam penjara kini kita semua kenal lagu Koes Plus yang dibuat selama mereka dikurung di sana. Maka lahirlah lagu seperti: 'Di Dalam Bui, Poor Clown, The So Called The Guiltis'. Temanya lagu berisi perenungan diri kepada Tuhan, tuduhan bersalah, hingga mengejek kekuasaan yang disebutnya kayak badut miskin (Poor Clown).

Uniknya, apakah mereka dendam sekeluar dari penjara? Ternyata tidak ada rasa dendam, malah terbit ucapan terima kasih dan rasa nasionalisme yang tinggi. Mendiang Yok Koeswoyo dalam percakapan di rumahnya sempat mengisahkan apa yang dikatakan Tony Koeswoyo soal tragedi itu.

"Pada suatu ketika Mas Tony mengatakan, Koes Bersaudara di penjara rupanya dengan maksud dijadikan mata-mata akan disusupkan ke Malaysia karena saat itu kita lagi konfrontasi dengan Malaysia. Mas Tony mengutip kata yang dikatakan Mas Guntur Soekarnoputra,’’ katanya.

Yok Koeswoyo kemudian menceritakan setelah dari dalam penjara Koes Plus membuktikan bahwa dirinya adalah seorang nasionalisme, meski suka jingkrak-jingkrak. Maka terbitlah lagu hits secara serial bertajuk Nusantara. Kemudian ada juga lagu berkisah dengan Timor Timur, ’Da Silva’, yang kala itu baru masuk ke Indonesia.

Nah, berkaca dari pengalaman Koeswoyo bersaudara di bui, harapannya Ahmad Dhani pun begitu. Akan lahir karya lagu ‘ciamik’ karena dia seorang musisi dan penulis lagu yang hebat. Sama dengan Koes Plus, Dhani tanpa dia sadari sekeluarnya dari penjara dia telah menahbiskan diri sebagai seorang legenda secara lebih terhormat.

Sama dengan Toni dia pun sudah memaafkan tragedi kepada dirinya kepada pihak kekuasaan. Dia misalnya sudah enggan mengkritik Jokowi lagi. Bagi dia soal itu sudah masa lalu. Apalagi Prabowo yang dulu didukungnya kini menjadi menteri sang presiden.

 
Dani kini sudah membuktikan bisa sejajar dengan legenda Koes Plus Tony Koewoyo.
Dia sudah menjelma menjadi musisi multitalenta. Bahkan menurut omongannya di media sosial, penjara baginya bahkan merupakan hikmah.

Dan memang,semua orang besar atau jadi legenda kebnayakan pernah di penjara. Tak peduli menimpa Sukarno, Hatta, Tan Malaka, Koes Bersaudara, bahkan hingga Koesni Kasdut pun telah terjadi. Merekalah anak-anak zaman.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler