Puluhan Ribu Warga Israel Demo Netanyahu di Tengah Lockdown

Demonstran menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk turun dari jabatannya

Abir Sultan/EPA
Puluhan ribu demonstran menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk turun dari jabatannya, Sabtu (3/10).
Rep: Lintar Satria/Antara Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Puluhan ribu warga Israel berunjuk rasa di ratusan lokasi di berbagai penjuru negara itu. Mereka menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk turun dari jabatannya.

Demonstran mengabaikan larangan pemerintah untuk menggelar unjuk rasa besar terpusat. Pemerintah Israel menerapkan larangan tersebut sebagai bagian dari langkah menahan laju penyebaran virus corona.

Setiap pekan dalam tiga bulan terakhir, pengunjuk rasa Israel berkumpul di depan kediaman perdana menteri di Yerusalem. Pengunjuk rasa menuntut Netanyahu mundur setelah penguasa lama itu menerapkan karantina nasional kedua untuk memutus rantai penularan virus corona.

Pada pekan ini pemerintah Israel meloloskan aturan yang hanya mengizinkan demonstran untuk berunjuk rasa satu kilometer dari rumahnya. Netanyahu mengatakan larangan itu didorong atas kekhawatiran terhadap virus corona.

Pengunjuk rasa menuduhnya sengaja memperketat peraturan untuk membungkam aspirasi mereka. Pada Ahad (4/10) Voice of America (VoA) melaporkan penyelenggara unjuk rasa mengatakan ada lebih 1.000 demonstrasi yang digelar di Israel.

Unjuk rasa terbesar digelar di Alun-alun Habima di Tel Aviv. Dalam demonstrasi yang dihadiri ratusan orang itu pengunjuk rasa meniup terompet, memukul drum, dan meneriakkan slogan anti-pemerintah. Salah satu spanduk unjuk rasa bertuliskan 'kediktatoran, didukung oleh corona'.  

Puluhan polisi anti huru-hara berjaga di belakang penghalang besi. Sejumlah orang ditangkap sementara 200 orang berkumpul di depan rumah Netanyahu di Yerusalem.

Pengunjuk rasa mengatakan Netanyahu harusnya tidak menjabat sebagai perdana menteri ketika ia didakwa atas tuduhan korupsi. Para demonstran juga menuduhnya gagal mengatasi krisis pandemi virus corona yang telah menghancurkan perekonomian negeri itu. Sebagian besar pengunjuk rasa adalah pemuda-pemudi yang kehilangan pekerjaan selama pandemi.  

Media Israel melaporkan ada sejumlah serangan terhadap pengunjuk rasa yang terjadi di beberapa lokasi. Termasuk pemukulan yang membuat perempuan berusia 57 tahun berlumuran darah.

Baca Juga


Sebagian besar aksi unjuk rasa pada Sabtu malam digelar dalam kelompok-kelompok kecil dan tersebar di wilayah Israel, meskipun terdapat kelompok ribuan orang yang berkumpul di Tel Aviv. Sejumlah kecil dari mereka ada yang bentrok dengan polisi dan mencoba memblokade jalan. Sekitar 15 orang ditangkap, menurut keterangan kepolisian.

Rival Netanyahu sekaligus Menteri Pertahanan Benny Gantz mengatakan serangan-serangan tersebut 'tak dapat dibayangkan'. Ia meminta polisi segera menangkap pelaku penyerangan.

"Unjuk rasa yang digelar sesuai dengan peraturan kesehatan itu sah dan vital bagi demokrasi," katanya seperti dikutip VoA.

Akhir Mei lalu Netanyahu dan Gantz membentuk pemerintahan darurat setelah Israel gagal menentukan pemenang tiga pemilihan umum yang digelar tahun lalu. Dua rival itu mengatakan mereka harus membentuk aliansi untuk mengatasi virus korona.

Namun pemerintahan Israel tetap dilumpuhkan persaingan antar dua kelompok tersebut. Mundurnya Menteri Pariwisata Asaf Zamir yang berasal dari kelompok Gantz pada Jumat (2/10) karena gagal mengatasi dampak pandemi menambah ketidakpastian pemerintahan Israel.

Zamir yang masih menjadi anggota parlemen mengatakan Israel masih didera krisis ekonomi dan kesehatan. Tapi Netanyahu mengacaukan respons yang ia ajukan karena perdana menteri itu disibukan oleh unjuk rasa. "Yang harusnya pergi berikutnya adalah Netanyahu," kata Zamir pada stasiun televisi Channel 13.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler