OJK: Perbankan Syariah Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan

Indeks literasi keuangan syariah sebesar 8,93 persen pada 2019.

Wihdan Hidayat/Republika
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya melakukan terobosan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah. Langkah ini sejalan dengan sosialisasi dan edukasi keuangan syariah ke berbagai kelompok masyarakat.
Rep: Novita Intan Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya melakukan terobosan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah. Langkah ini sejalan dengan sosialisasi dan edukasi keuangan syariah ke berbagai kelompok masyarakat.


Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Kristrianti Puji Rahayu mengatakan pada tahun ini terdapat total 4.727 rencana kegiatan edukasi dari sedikitnya 2.602 pelaku usaha jasa keuangan. Nantinya OJK akan mengadakan sebanyak 465 kegiatan. 

“Masa pandemi kita tetap melakukan kegiatan edukasi dengan menyelenggarakan webinar, seperti edukasi keuangan syariah di kampus-kampus dan pesantren, karyawan dan profesional, serta pelaku UMKM,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Jumat (9/10).

Berdasarkan data OJK pada 2019, indeks literasi keuangan nasional menunjukkan peningkatan sebesar 38 persen dari sebelumnya 29,7  persen pada 2016. Sedangkan indeks inklusi keuangan nasional juga menunjukkan kenaikan dari 67,8 persen pada 2016 atau naik 76,2 persen pada 2019.

Namun demikian, kenaikan indeks literasi keuangan sektor syariah masih di bawah nasional. Indeks literasi keuangan syariah yang sebelumnya 8,1 persen pada 2016 menjadi 8,93 persen pada 2019.

Menurut Puji peran perbankan syariah sangat penting dalam upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini mengingat kendala yang dihadapi sangat beragam baik secara demografis maupun geografis.

Adapun secara global, Indonesia berada urutan lima pada Global Islamic Economic Indicator Score dan posisi ke expat Islamic Finance Development Report 2019, sedangkan Global Islamic Report 2019 menyatakan Indonesia menempati posisi pertama pada Islamic Finance Country Index.

“Di dalam negeri sendiri, per Juli 2020 total aset keuangan syariah Indonesia sebesar Rp 1.639,08 triliun. Sementara market share keuangan syariah saat ini mencapai 9,68 persen,” jelasnya.

Sementara Presiden Direktur BCA Syariah John Kosasih menambahkan besarnya potensi perbankan syariah di Indonesia. Berdasarkan Global Islamic Report, Indonesia adalah pasar produk halal terbesar di dunia, sekitar 10 persen dari total pasar produk halal dunia.

“Total halal market dunia pada 2018 sekitar USD 2,2 triliun atau senilai dengan Rp 33 ribu triliun. Bahkan hingga  2024 pasar produk halal dunia diperkirakan akan tumbuh dari USD 2,2 triliun menjadi USD 3,2 triliun dan pasar produk halal Indonesia diproyeksikan akan tumbuh signifikan menjadi USD 320 juta atau setara Rp 4.800 triliun,” jelasnya.

Tak hanya itu, menurut John, Indonesia memiliki operator syariah terbesar di dunia mencapai sekitar 5.700 institusi yang terdiri dari 34 bank syariah, 58 asuransi syariah, tujuh modal ventura syariah, 163 BPRS, serta 4500-5500 koperasi syariah. Dari data tersebut, sambung John hal itu membuktikan besarnya potensi perbankan syariah di Indonesia. 

“Menjadi tugas bersama untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan Syariah, karena berdasarkan survei OJK 2016, tingkat literasi dan inklusi keuangan Syariah hanya 8 persen dan hanya 11 persen yang menggunakan produk syariah. Bahkan data 2019, literasi keuangan syariah hanya naik menjadi 8,9  persen sementara tingkat inklusi malah turun dari 11 persen menjadi 9 persen,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler