Pemerintah Diminta Buat Mitigasi Risiko Pilkada 2020
KPU memiliki wewenang rancang mitigasi risiko pilkada saat pandemi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Eko Prasojo, mendorong pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyusun mitigasi risiko pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, sejumlah kriteria perlu diatur sebagai landasan mereka memutuskan pilkada dilanjutkan atau ditunda.
"Saya belum pernah mendengar bahwa pemerintah memiliki mitigasi risiko, menghitung risiko lalu sebagai basis untuk pembuatan keputusan ya atau tidak," ujar Eko dalam seminar daring Pilkada di Masa Pandemi, Senin (12/10).
Hal itu dimulai dari perihal kesediaan masyarakat menjadi anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di pilkada serentak kala pandemi Covid-19 ini. Sebab, di kompleks perumahan tempat tinggal Eko di Depok, belum ada warga yang mendaftarkan diri menjadi KPPS sejak dibuka pada 1 Oktober lalu.
Menurut dia, masyarakat mengkhawatirkan penyelenggaraan pilkada saat kasus terpapar Covid-19 tinggi. Anggota KPPS pastinya akan banyak beraktivitas mulai dari bimbingan teknis pelaksanaan pilkada hingga harus bekerja di tempat pemungutan suara (TPS) selama berjam-jam.
"Maksud saya seandainya misalnya ada satu daerah atau beberapa daerah yang tidak ada KPPS-nya itu bagaimana nanti, karena orang tidak mau daftar. Ini kan risiko yang harus kita, ini yang paling kecil ya tidak ada KPPS," kata Eko.
Hal senada juga diungkapkan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia sekaligus anggota KPU RI periode 2004-2007, Valina Singka Subekti. Ia mengatakan, KPU memiliki kewenangan membuat mitigasi risiko terhadap pelaksanaan pilkada yang dibayangi bahaya penyebaran Covid-19.
"Dan mereka punya kewenangan untuk mengatakan, oh daerah ini tidak cukup mampu untuk diselenggarakan saat ini, ini harus ditunda," ucap Valina.
Ia meminta KPU bersuara kuat menjamin semua proses tahapan pilkada betul-betul sehat dan aman jiwa. KPU semestinya berkaca pada insiden ratusan petugas yang meninggal pada pemilihan umum (pemilu) 2019 lalu karena kelelahan bekerja.
Artinya, kata dia, petugas KPPS rentan terhadap risiko hilangnya nyawa. Menurut Valina, apalagi mereka harus menjalankan tugas saat pesta demokrasi di daerah dalam kondisi adanya ancaman penularan Covid-19.
"Sekarang mereka enggan untuk direkrut menjadi petugas KPPS. Semua serba ketakutan sekarang, seperti ini yang perlu untuk dipertimbangkan kalau menurut saya, bukan membatalkan pilkada ya, pilkada tetap, tetapi tinggal waktunya kapan," tutur Valina.