G20 Perpanjang Penangguhan Utang Hingga Enam Bulan
Keringanan utang lebih luas terhalang sikap penolakan China sebagai kreditur utama.
REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Negara-negara kelompok 20 atau G20, yang diwakili ekonomi terbesar di dunia telah sepakat memperpanjang penangguhan pembayaran utang dengan tambahan enam bulan, Rabu (14/10) waktu setempat. Hal ini disepakati untuk mendukung negara-negara paling rentan dalam perjuangan mereka melawan pandemi virus corona tipe baru atau Covid-19.
G20 mengatakan, perpanjangan akan memberikan keringanan 14 miliar dolar AS pembayaran utang yang seharusnya jatuh tempo pada akhir tahun jika tidak membayar. Keputusan ini memberikan kelonggaran negara berkembang hingga akhir Juni 2021 untuk fokus pada pengeluaran bagi perawatan kesehatan dan program stimulus darurat daripada pembayaran utang.
Pengumuman G20 disampaikan pada konferensi pers secara virtual setelah pertemuan para menteri keuangan negara-negara G20 dan gubernur bank sentral. Diskusi virtual diadakan pada awal pertemuan 189 negara Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, yang juga dilakukan secara virtual karena pandemi virus corona.
Kendati demikian, kelompok bantuan internasional menyatakan kekecewaan bahwa lebih banyak keringanan utang tidak diberikan dengan memperpanjang moratorium pembayaran utang selama setahun penuh atau dengan menghapuskan sebagian utang daripada hanya menangguhkan pembayaran.
"Pandemi ini telah meletakkan standar ganda yang mencolok dan tidak adil: negara-negara terkaya di dunia bermain dengan satu set aturan, dan termiskin di dunia dengan aturan lainnya," kata David McNair, direktur eksekutif untuk kebijakan global di ONE, sebuah kelompok bantuan internasional.
Pejabat G20 berpendapat, bantuan yang diberikan kepada 46 dari 73 negara yang memenuhi syarat, dengan upaya yang sedang dilakukan untuk memperluas. Beberapa kritikus juga mengeluh, China keberatan dengan bagian dari rencana keringanan utang yang telah diajukan.
"Sangat disayangkan, kebutuhan mendesak akan keringanan utang yang lebih luas bagi negara-negara miskin terhalang oleh sikap penolakan China, yang telah menjadi kreditur utama," kata Eswar Prasad, seorang profesor ekonomi di Cornell University dan mantan kepala IMF divisi China.
"China telah terbukti menjadi peserta yang enggan dalam upaya keringanan utang multilateral, dengan menempatkan kepentingan ekonomi dan geopolitiknya yang sempit di atas pendekatan kolektif untuk meringankan beban negara-negara miskin," ujarnya menambahkan.
Menteri Keuangan Arab Saudi dan Ketua G20 tahun ini, Mohammed al-Jadaan merasa pihaknya masih perlu berbuat lebih banyak. "Kita harus memastikan negara-negara ini mendapat dukungan penuh dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19. Kami telah setuju untuk memperpanjang inisiatif penangguhan pembayaran utang selama enam bulan," ujarnya.
Transparency International, Amnesty International, dan sekelompok kelompok yang disebut CIVICUS telah menulis surat kepada para menteri keuangan G-20 menjelang pertemuan yang berisi peringatan bahwa dunia sedang menghadapi krisis yang tidak seperti di abad lalu dan bahwa penangguhan utang hanyalah langkah pertama. Meskipun ekonomi global telah memulai pemulihan bertahap dengan dibukanya kembali bisnis dan perbatasan, pemulihannya tidak merata.
Kelompok-kelompok itu mendesak negara-negara G20 untuk menangguhkan pembayaran utang setidaknya hingga 2021. Mereka mengatakan banyak negara termiskin masih membelanjakan lebih banyak untuk pembayaran utang daripada untuk layanan publik yang menyelamatkan jiwa. Beberapa negara, seperti Pakistan, telah menyerukan pembatalan pembayaran utang secara langsung.