Rohingya di Bangladesh Protes Pembunuhan di Myanmar
Para pengunjuk rasa menyerukan segera diakhirinya pembunuhan dan penyiksaan terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar - Anadolu Agency
REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA - Ratusan pengungsi Rohingya di Bangladesh menggelar protes pada Rabu menentang pembunuhan dan penyiksaan anggota komunitas mereka di Myanmar.
Memegang spanduk dan plakat, para pengungsi di sebuah kamp berkumpul dan membentuk rantai manusia untuk menuntut segera diakhirinya pembunuhan dan penyiksaan di negara bagian Rakhine, Myanmar.
“Karena ada pembatasan, kami tidak mengumpulkan dalam jumlah besar. Sekitar 300 anggota kami secara damai mengambil bagian dalam demonstrasi hari ini hanya untuk menyoroti bahwa [orang-orang] kami masih dibunuh di Myanmar," kata Ansar Ali, seorang warga Rohingya di kamp tersebut, kepada Anadolu Agency.
Dia mengatakan salah seorang sepupunya ditembak mati oleh militer Myanmar pada Selasa. “Hampir setiap hari Tatmadaw [Tentara Myanmar] membunuh Rohingya di Arakan [Rakhine],” tambah Ali.
Menurut dia, ratusan warga Rohingya telah meninggalkan rumah mereka karena kekerasan yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine.
Dalam aksi itu, demonstran membawa plakat bertuliskan “Selamatkan Rohingya dari pembunuhan massal. Hentikan genosida terhadap Rohingya".
Sementara itu, Amnesty International baru-baru ini menemukan bukti baru tentang serangan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil di Myanmar barat, sementara Human Rights Watch telah memperingatkan terhadap marginalisasi jangka panjang Rohingya.
Komunitas paling teraniaya
Rohingya, yang disebut PBB sebagai kaum paling teraniaya, menderita sejumlah serangan sejak kekerasan komunal meletus pada 2012.
Amnesty International mengungkapkan bahwa lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh, sejak pasukan keamanan Myanmar melancarkan serangan ke komunitas Muslim minoritas pada 2017.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sekitar 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh pasukan Myanmar sejak 25 Agustus 2017.
Dalam laporannya yang berjudul "Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira", OIDA menyebutkan lebih dari 34.000 Rohingya dibakar hidup-hidup, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli.
Tak hanya itu, sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar, sedangkan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak.