Kasus Suap Djoko Tjandra, Jenderal Napoleon Segera Disidang

Irjen Napoleon Bonaparte segera jalani sidang kasus suap red notice Djoko Tjandra.

Bambang Noroyono
Irjen Napoleon Bonaparte saat diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), Jumat (16/10).
Rep: Bambang Noroyono Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus suap penghapusan red notice, akan segera disidangkan ke pengadilan. Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Penuntutan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Bimo Suprayoga mengatakan, empat tersangka sementara hasil dari penyidikan Bareskrim Polri, sudah resmi dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejakgung) via Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) dan Kejari Jakarta Pusat (Jakpus).

Baca Juga


"Dilimpahkan tiga (tersangka) di Kejari Jaksel, karena memang locus tempus-nya (kejadian perkaranya) di wilayah hukum Jakarta Selatan," kata Bimo saat ditemui usai penerimaan limpah berkas serta para tahanan, di Kejari Jaksel, Jumat (16/10). 

Tiga tersangka yang dilimpah di Kejari Jaksel, yakni Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Prasetijo Utomo, serta satu tersangka swasta, Tommy Sumardi. Sedangkan, tersangka Djoko Tjandra, pelimpahan berkasnya dilakukan di Kejari Jakpus. 

Tetapi, kata Bimo, untuk persidangan, nantinya semua tersangka akan di dakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakpus. Bimo, menjelaskan, sebelum kasus tersebut disorongkan ke meja hijau, masih ada waktu 14 hari bagi tim jaksa penentutan, untuk melanjutkan pembuatan dakwaan. 

"Segera mungkin kita akan kembali limpahkan ke PN, untuk segera disidangkan," ujar Bimo.

Kepala Kejari Jaksel Anang Supriatna mengatakan meskipun ada tiga tersangka yang dilimpahkan, tetapi hanya Tommy Sumardi yang penahanannya tetap berada di Rutan Jaksel. Sedangkan tersangka Napoleon, dan Prasetijo, yang tadinya dalam tahanan di Rutan Salemba cabang Mabes Polri, penahananya dikembalikan ke Trunojoyo. 

Sedangkan tersangka Djoko, statusnya sebagai terpidana, tetap berada dalam penahanan di Lapas Salemba. Akan tetapi, kata Anang, keempat tersangka tersebut, sementara ini, dalam penguasaan Kejari Selatan. 

"Karena status (perkaranya) kan sudah dilimpahkan. Jadi penanggungjawab penahanan tersangka, alat-alat bukti, dan yang terkait dengan perkara, ada di sini (Kejari Selatan)," jelas Anang menambahkan. 

Begitupun dalam persidangan nantinya, tim jaksa dari Kejari Selatan, juga ikut membantu penuntutan yang dilakukan oleh tim di Jampidsus Kejakgung.

Perkara suap penghapusan red notice, salah satu kluster pengungkapan dalam skandal hukum terpidana Djoko Tjandra. Terpidana kasus cessei Bank Bali 1999 itu, sempat dinyatakan buron oleh Kejakgung, setelah berhasil kabur ke luar negeri sejak 2009. 

Tetapi, Djoko Tjandra berhasil masuk ke Indonesia sepanjang Juni 2020 lalu, tanpa tertangkap, dan tak terdeteksi dalam sistem keimigrasian. Dari pengungkapan, diduga terjadi penghapusan nama Djoko Tjandra, dalam daftar pencarian orang (DPO) di interpol dan sistem imigrasi dalam negeri.

Dalam penghapusan red notice itu, sepakat dengan Tommy Sumardi untuk melobi Prasetijo agar meminta Napoleon, menghapus status DPO Djoko Tjandra dari DPO Interpol dan imigasi. Penghapusan red notice tersebut, yang diduga membuat Djoko Tjandra dapat masuk, dan melenggang ke Jakarta dan Pontianak, tanpa diketahui. 

Sebagai kompensasi atas penghapusan red notice tersebut, Djoko Tjandra memberikan uang Rp 10 miliar kepada Tommy Sumardi.  

Sebanyak Rp 7 miliar diberikan kepada Napoleon lewat perantara Tommy Sumardi dalam pecahan mata uang dolar Singapura, dan AS. Sedangkan untuk Prasetijo, Tommy Sumardi, memberikan kompenasasi atas perannya, senilai 20 ribu dolar (Rp 296 juta). Akan tetapi, pemberian untuk tersangka Prasetijo tersebut bukan hanya uang. 

Dalam perkara surat jalan palsu, kompensasi untuk Prasetijo, juga diduga berupa pemberian sejumlah saham dari unit usaha Djoko Tjandra yang ada di Indonesia. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler