Covid-19 Kerap Jadi Alasan Hambat Ekspor Pangan Indonesia

Pelaku usaha diminta lebih cermat mengamati situasi pasar di negara mitra dagang.

ANTARA /Iggoy el Fitra
Pengepul menyortir buah manggis kualitas ekspor di gudang manggis Parik Malintang, Kabupaten Padangpariaman, Sumatra Barat (ilustrasi). Covid-19 kini kerap dijadikan alasan negara mitra dagang untuk menghambat masuknya produk asal Indonesia.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri, menyebut, wabah Covid-19 kerap dijadikan alasan oleh negara-negara mitra dagang untuk menghambat masuknya produk asal Indonesia. Situasi itu wajib diantisipasi secara cermat oleh para eksportir.

Baca Juga


"Sekarang banyak yang menjadikan Covid-19 sebagai barrier, contoh seperti Kanada dan China," kata Kasan dalam sebuah webinar yang digelar Markplus Inc, Senin (19/10).

Ia mencontohkan, seperti kasus ekspor produk perikanan ke China pada September lalu. Kasan mengatakan, produk ditahan bukan karena produk yang terindikasi virus corona, tapi proses pengemasan produk yang disebut tidak bebas dari Covid-19.

Kasan mengatakan, situasi itu membuat pembelian produk dari Indonesia batal. "Jadi strateginya harus kita siapkan. Jika ada pesanan batal, bisa diantisipasi dengan sistem resi gudang yang bisa dimanfaatkan," kata Kasan.

Selain itu, Kasan mendorong para pelaku usaha untuk lebih cermat mengamati situasi pasar di negara mitra dagang. Produk-produk pangan yang sedang tumbuh tinggi dalam masa pandemi harus bisa dibaca oleh eksportir agar bisa menembus pasar dengan mudah.

"Jadi perlu lebih fokus pada pasar-pasar yang selama ini sudah positif tentunya ini juga butuh relaksasi kemudahan ekspor dari pemerintah," kata Kasan.

Ia memaparkan, terdapat sejumlah komoditas pertanian yang melonjak tinggi pada periode Januari-Agustus 2020. Ekspor sayuran tercatat naik 68,69 persen, kelapa 189,19 persen, jambu, mangga, dan manggis 134,49 persen, dan pala meningkat 32,17 persen.

Selain itu, ada pula tanaman rempah cengkeh naik 14,09 persen, kacang mede 73 persen, kayu manis 107,3 persen, dan kapulaga naik 96,5 persen. Kasan mengatakan, produk-produk itu setidaknya bisa menjadi gambaran tingginya permintaan di masa pandemi.

Karena itu, ia mengatakan, selain fokus pada pasar, persiapan agar produk itu tak mendapati hambatan perlu disiapkan sebelum tiba di negara tujuan. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler